Rabu, 26 Oktober 2011

SEJARAH PELELANGAN di TPI PPN PALABUHANRATU

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu didirikan pada tahun 1993. Pembangunan pelabuhan ini bertujuan sebagai tempat tambat labuh nelayan yang mempunyai fishing ground di Samudera Hindia, dan agar nelayan bisa memasarkan hasil tangkapannya. Sejak pertama kali dibangun, pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu adalah pemasaran dengan sistem pelelangan. Pada saat itu pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi. Namun, proses pelelangan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi hanya berlangsung selama 10 tahun.
Pada tahun 1997 saat krisis multidimensional melanda Indonesia, pemerintah melalui menteri Pertanian dan Menteri koperasi dan pemberdayaan industri kecil mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) No.132 tahun 1997, 902/Kpts/3/SKB/…../IX/1997 mengenai pelelangan ikan yang tercantum dalam Bab II pasal 4 ayat 2 yang berbunyi: ‘Kepala daerah menunjuk KUD sebagai penyelenggara pelelangan ikan setelah memenuhi syarat’ (Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta), serta didukung oleh Perda Jabar No.5 tahun 2005 tentang penyelenggaraan pelelangan ikan (Dinas Perikanan Propinsi Jabar). Implementasi dari kebijakan tersebut adalah hampir semua Tempat Pelelangan (TPI) termasuk di PPN Palabuhanratu dikelola oleh KUD Mina. Pada Perda Jabar No.5 Tahun 2005, tercantum mengenai izin penyelenggaraan pelelangan ikan. Isi dari Perda ini mempertegas dari SKB No.132 Tahun 1997. Dalam Perda Jabar No.5 Tahun 2005 dijelaskan tentang izin penyelenggaraan pelelangan ikan pada Bab III Pasal 5 dimana penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki izin Gubernur. Izin tersebut diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat yaitu memiliki kekuatan ekonomi yang baik. Selanjutnya dalam Perda Jabar tersebut dijelaskan kembali jika pada suatu lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas Kabupaten atau Kota.
Adapun alasan dibalik keluarnya SKB tersebut, menurut Baga (2010) tersebut adalah untuk memberdayakan Koperasi Unit Desa Mina (KUD Mina) yang tengah kehilangan citra positif di mata masyarakat. Koperasi juga mengalami masa-masa kritis dimana kepercayaan dari masyarakat sudah mulai hilang secara perlahan. Selain itu, koperasi juga mengalami kesulitan dalam pendanaan operasional kegiatan koperasi akibat unit usahanya yang mulai ‘gulung tikar’. Untuk memberdayakan kembali koperasi, pemerintah berinisiatif untuk ‘menyerahkan’ pengelolaan pelelangan ikan kepada koperasi sebagai unit usahanya, karena koperasi dianggap merupakan lembaga yang gerakannya berasal dari bawah (masyarakat) dan dianggap mampu untuk menyelenggarakan pelelangan. Menurut Baga (2010) keputusan pemerintah untuk menyerahkan tanggung jawab pelelangan ikan kepada koperasi terlalu terburu-buru, karena pada saat itu koperasi sebagai sebuah organisasi berada dalam keadaan yang tidak baik. Selain itu, koperasi yang ada pada saat itu merupakan koperasi yang dibentuk oleh pemerintah (top-down) bukan hasil dari gerakan sosial-ekonomi masayarakat. Sehingga, koperasi yang ada bersifat tidak aspiratif. 
Kondisi koperasi yang seperti diatas bisa dilihat dari pernyataan koresponden nelayan dan pedagang ikan yang ada disekitar Palabuhanaratu yang menganggap koperasi hanyalah sebuah nama saja tanpa mengetahui ada kegiatan dan manfaat bagi mereka. Hal ini menyebabkan pelelangan ikan yang ada di Palabuhanratu tidak berjalan sejak dikelola oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut pada tahun 2000 sampai sekarang. Menurut pihak PPN Palabuhanratu, pelelangan yang ada di TPI PPN Palabuhanratu sejak dipegang oleh KUD Mina hanya berpura-pura mengadakan pelelangan, karena pembeli sudah ditentukan sebelum pelelangan dimulai.
Sampai saat ini pelelangan ikan belum terlaksana kembali, meskipun sesekali dilakukan pelelangan dan retribusi pelelangan ikan tetap diberlakukan. Bahkan pada tahun 2007 mencapai nilai raman yang tinggi sepanjang sejarah TPI PPN Palabuhanratu yaitu sebesar 1,3 miliar rupiah dan pada tahun tersebut, belum juga ada pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu.
Berdasarkan wawancara dengan kepala Cabang Dinas Perikanan yang menangani pelelangan ikan menyatakan bahwa tidak berfungsinya TPI di PPN Palabuhanratu disebabkan oleh beberapa aspek, diantaranya:
1.    Aspek Regulasi :
1)   Kerjasama dalam penegakan aturan masih belum tercapai karena kurangnya dukungan pihak terkait.
2)   Belum ada kejelasan mengenai aturan-aturan untuk ikan yang tidak diperkenankan untuk dilelang.
2.    Aspek Sosial :
1)   Kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pelelangan ikan masih rendah, pola pikir seperti inilah yang harus diubah.
2)   Adanya multifungsi usaha/multifungsi profesi sehingga menyulitkan peran seseorang dalam aktivitas lelang. Contoh : pengusaha (pemilik kapal) di palabuhanratu biasanya merangkap sebagai bakul.
3)   Adanya sistem ‘langgan’ yang sulit untuk diubah. Sistem langgan ini biasanya terjadi ketika nelayan tidak memiliki modal untuk melaut maka mereka akan meminjam uang kepada juragan, sehingga hasil tangkapan nelayan harus diserahkan sepenuhnya kepada juragan tersebut.
3.  Aspek teknis :  tata letak areal bongkar yang tidak sesuai. Saat ini dermaga untuk area bongkar digunakan kapal untuk bersandar akibat kolam pelabuhan yang telah overcapacity.
Penyebab pelelangan sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang Dinas diatas dapat terjadi karena adanya perpindahan pengelolaan TPI dari Dinas Perikanan ke KUD Mina. Menurut pengelola TPI, pergantian pengelola ini menyebabkan adanya perbedaan pengelolaan pelelangan. Saat dikelola oleh Dinas Perikanan, Kepala TPI bertindak tegas terhadap pelaku pelelangan jika terjadi pelanggaran,  hal berbeda dilakukan oleh pengelola KUD sebagai Kepala TPI yang kurang tegas dalam bertindak sehingga ketiga aspek tersebut bisa muncul. Penyebab lainnya adalah karena pengelola KUD tidak mengerti benar Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat mengenai pelelangan. Sehingga ada beberapa ikan hasil tangkapan yang tidak dilelang. Keadaan ini tidak disertai dengan komunikasi yang baik antara pengelola TPI dengan pelaku pelelangan, sehingga muncul masalah sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang Dinas  diatas.
Pelelangan yang tidak berlangsung di TPI PPN Palabuhanratu, berlangsung hingga tahun 2011. pada tahun tersebut, pemerintah melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi (selanjutnya di baca Dinas Perikanan). mengadakan evaluasi kinerja pengelola TPI. Pertemuan ini melibatkan Dinas Perikanan, Pengelola TPI PPN Palabuhanratu, Pengelola KUD Mina Mandiri Sinar Laut, Nelayan, Pedagang dan Bakul. Pada pertemuan tersebut, diperoleh hasil yaitu pelelangan harus kembali "dihidupkan" dan pengelola TPI kembali ke Dinas Perikanan. Nelayan beralasan bahwa tidak berlangsungnya pelelangan menyulitkan mereka (nelayan) dalam memasarkan hasil tangkapannya. Tidak adanya pelelangan, menyebabkan bakul memonopoli harga ikan, nelayan juga tidak mengetahui secara pasti harga ikan yang ditangkapnya dipasaran. akibat dari hal tersebut, nelayan semakin terjerat tengkulak.
Setelah pemindahan pengelolaan dari KUD Mina ke Dinas Perikanan, kepala TPI kembali melakukan komunikasi yang intensif dengan nelayan, bakul dan pedagang agar pelelangan dapat terselenggara dengan baik. Akhirnya pada bulan Juni 2011, pelelangan dilakukan kembali di TPI PPN Palabuhanratu. Kepala TPI PPN Palabuhanratu saat itu menyatakan bahwa pelelangan yang terjadi masih belum memuaskan, karena masih terjadi lelang opow
Lelang opow merupakan sebuah istilah dimana ikan tidak berhasil terjual kepada bakul maupun pedagang peserta lelang karena tidak mampu membeli ikan yang ditawarkan nelayan melalui juru lelang. Terjadinya lelang opow ini memang secara sengaja dikondisikan oleh nelayan. Nelayan melakukan hal tersebut karena sebelum melaut memperoleh dana operasional dari tengkulak atau ikan hasil tangkapannya sudah di ijon sebelum pergi melaut. Sehingga nelayan harus menjual ikan hasil tangkapan kepada temgkulak. Pelelangan yang terjadi di TPI PPN Palabuhanratu pun hanya sebatas formalitas yang dilakuakn oleh nelayan, bakul dan pedagang. 
Kondisi lelang opow ini disadari betul oleh Kepala TPI, namun semoga saja secara bertahap nelayan mampu terlepas dari jerat tengkulak sehingga kemudian pelelangan akan berlangsung sebagaimana seharusnya. Pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu maupun di pelabuhan perikanan lainnya memang sudah seharusnya tetap diselenggarakan. Banyak keuntungan dari diselenggarakannya pelengan diantaranya terjadinya transparansi harga, pendapatan nelayan yang meningkat, dan tentu saja akan ada retribusi yang merupakan salah satu penyumbang PAD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar