Rabu, 26 Oktober 2011

Faktor-Faktor Penyebab Tidak Berjalannya Aktivitas Lelang Ikan

Oleh: HENDRI DWIYANTI
(Dibawah bimbingan Dr.Ir. Ernani Lubi, DEA & Dr. Ir. Wawan Oktariza, M.Si)
          
 Pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu belum berjalan optimal, untuk mengetahui penyebab tidak berjalannya aktivitas pelelangan ikan hal dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu
  • Aspek sumberdaya manusia/sosial
            Penyebab tidak berjalannya aktivitas lelang ikan ditinjau dari aspek sumberdaya manusia/sosial yang terdiri dari para pedagang/bakul (6 orang), pengelola PPN Palabuhanratu (2 orang), nelayan (15 orang), pengurus KUD (2 orang), pengurus TPI (2 orang), dan pengurus Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi (2 orang).
            Pengamatan dan hasil wawancara selama di lapangan menunjukkan bahwa tidak berjalannya aktivitas lelang di TPI PPN Palabuhanratu merupakan isu permasalahan nasional yang cukup komplek.  Hal ini dikarenakan permasalahan mengenai pelelangan bukan hanya kepentingan satu kelompok saja melainkan kepentingan banyak pihak yang harus didukung oleh semua unsur dan peran serta masyarakat sebagai pelaku pelelangan.  Daerah pesisir dengan setiap karakteristik wilayah topografi yang terdapat pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan ikan akan memiliki ciri dan karakteristik sosial budaya masyarakat perikanan yang berbeda pula.
            Umumnya daerah pesisir yang terdapat pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan ikan memiliki tempat pelelangan ikan sebagai basic nelayan untuk mendaratkan dan menjual hasil tangkapannya melalui sistem lelang. Peristiwa semacam ini dapat kita jumpai pada TPI di PPP Juwana Pati, PPN Pekalongan, PPP Muara Angke dan PPP Subang.  Lain lagi halnya dengan yang terjadi di TPI PPN Palabuhanratu.  Lelang yang terjadi di TPI PPN Palabuhanratu bukan lelang hasil tangkapan nelayan melainkan lelang dari bakul.  Artinya bahwa sistem lelang hasil tangkapan nelayan yang disampaikan melalui lisan secara terbuka di depan umum kerap tidak dapat kita jumpai, hal ini dikarenakan ikan hasil tangkapan nelayan langsung masuk dan ditangani oleh para bakul sebagai pemilik modal.  Nelayan hanya mengurusi dan menangani proses penangkapan ikan selama di laut hingga ikan didaratkan di dermaga, untuk selanjutnya ikan akan ditangani oleh para bakul. 
            Setelah ikan diserahkan ke bakul, maka ikan pun akan dilelang.  Kendala lainnya adalah seringkali para bakul sebagai peserta lelang menunggak pembayaran atas harga nilai transaksi ditambah dengan pungutan retribusi sebesar 3%.  Bahkan tidak jarang mereka melakukan transaksi yang melebihi batas kemampuan uang jaminan, padahal hal tersebut tidak diperkenankan.  Sebagai sanksinya maka pihak pengelola TPI berhak untuk melakukan teguran bahkan melarang peserta lelang tersebut untuk mengikuti lelang selanjutnya.
            Penunggakan dari para bakul peserta lelang itulah yang justru dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan proses lelang yang ada. Karena adanya tunggakan maka sebagai gantinya pengelola TPI terpaksa menggunakan dana kas cadangan sebagai pembayaran atas harga nilai transaksi kepada para nelayan karena pembayaran kepada nelayan harus diserahkan langsung setelah proses lelang selesai.  Dana hasil retribusi inilah yang digunakan untuk pembayaran biaya pembangunan dan penyediaan sarana TPI, biaya operasional TPI serta biaya lelang.  Seandainya itu hanya terjadi pada satu bakul/tengkulak saja mungkin masih bisa diatasi, tetapi apabila itu merupakan kebiasaan yang terjadi dikalangan bakul maka tentu saja hal tersebut membawa implikasi yang buruk karena secara otomatis KUD Mina akan mengalami permasalahan modal yang mengalami penurunan drastis. Padahal dana kas cadangan tersebut hanya bisa digunakan sewaktu-waktu saja.                  
            Permasalahan lain disebabkan karena kesadaran masyrakat perikanan akan arti pentingnya pelelangan masih rendah, mereka berfikir bahwa dengan mengikuti sistem penjualan secara lelang maka akan terjadi banyak pungutan sebagai pembayaran retribusi lelang.  Harga ikan hasil penjualan melalui lelang yang akan dibayarkan kepada nelayan akan dipotong sebesar 2% dari nilai transaksi dan akan digunakan sebagai dana-dana nelayan seperti tabungan nelayan, asuransi nelayan, dana paceklik, dan dana sosial (penanggulangan darurat kecelakaan dilaut). Hal inilah yang menimbulkan pro dan kontra masyarakat perikanan akan arti pentingnya pelelangan. Bagi nelayan dengan hasil tangkapan ekonomis rendah dan jumlah produksi yang relatif kecil mereka merasa apabila menjual ikan melalui lelang maka akan mengalami kerugian karena harus mengalami potongan.  Sehingga, sebagai solusinya mereka cenderung memilih menjual ikan langsung kepada para bakul/tengkulak walaupun mereka berada pada bargaining position yang lemah.   
            Penyebab lain adalah adanya multifungsi peran dan multifungsi profesi sehingga menyulitkan peran seseorang dalam sistem pelelangan.  Multifungsi peran ini dapat diketahui berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara di lapangan.  Mayoritas dari beberapa orang yang berprofesi sebagai pengusaha pemilik kapal mereka juga merangkap sebagai bakul.  Kebiasaan lain dalam masyarakat perikanan Palabuhanratu dan sulit diubah adalah sistem langgan yang sudah mendarah daging.  Biasanya sistem langgan ini terjadi ketika nelayan tidak memiliki modal untuk melaut sehingga keadaan tersebut memaksa mereka untuk meminjam uang kepada para bakul/juragan, sebagai bentuk timbal baliknya maka nelayan harus menjual ikan hasil tangkapannya kepada bakul.juragan tersebut.
            Kurangnya modal tersebut berdampak pada kinerja operasional  kelembagaan KUD Mina Mandiri Sinar Laut sebagai pelaksana pelelangan ikan.  Selain itu, Manajemen kelembagaan KUD Mina Mandiri Sinar yang lemah semakin membuat masyarakat nelayan kurang tertarik untuk menyalurkan dan menjual hasil tangkapannya melalui proses pelelangan.    
  • Aspek fasilitas/teknis
Secara umum fasilitas yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu yang digunakan untuk menyelenggarakan aktivitas pelelangan ikan diantaranya yaitu:
a)    Fasilitas pelelangan ikan
·           Timbangan
Timbangan ini berfungsi untuk menimbang ikan hasil tangkapan setelah didaratkan melalui dermaga lantai TPI.  Timbangan yang ada di TPI PPN Palabuhanratu secara keseluruhan berjumlah tiga unit, dengan rincian dua unit timbangan gantung dan satu unit timbangan digital.  Masing-masing kondisi fisik timbangan ini cukup baik, namun untuk timbangan digital mengalami beberapa kerusakan dikarenakan sudah cukup lama tidak digunakan sehingga keakuratannya berkurang.  Timbangan ini bisa digunakan oleh nelayan yang hendak melakukan lelang ikan, karena salah satu kegiatan KUD dalam pelelangan ikan yaitu melaksanakan kegiatan penimbangan ikan.
·           Trays
       Trays (basket) berfungsi sebagai wadah ikan hasil tangkapan yang didaratkan   di dermaga lantai TPI dan hendak dilelang.  Trays biasanya terbuat dari bahan fiber yang bersifat kuat dan tahan lama.  Trays ini disewakan kepada nelayan yang hendak melakukan lelang dengan dikenai biaya sewa Rp200,-/trays. Dari penyewaan trays inilah TPI mendapat pemasukan tambahan selain dari retribusi lelang ikan yang dipungut dari nelayan dan bakul.  Trays yang ada TPI berjumlah 600 unit dengan rincian 100 unit disediakan oleh pihak pengelola PPN Palabuhanratu dan 500 unit disediakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat.  Secara umum kondisi fisik trays ini dalam keadaan baik.
·           Troli
       Troli merupakan alat bantu yang berfungsi untuk mempermudah proses pengangkutan ikan dari bibir dermaga menuju lantai TPI ketika ikan hasil tangkapan telah didaratkan dan hendak dilakukan pelelangan.  Troli yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu berjumlah 10 unit dan merupakan sumbangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat.  Sampai saat ini troli ini masih berfungsi dan dalam kondisi yang baik.
·           Kursi Juru Lelang
Kursi juru lelang ini berfungsi sebagai tempat duduk juru lelang ketika pelelangan ikan dilaksanakan.  Kursi ini terbuat dari bahan kayu dan berbentuk menyerupai kursi wasit dalam pertandingan bulu tangkis, hal ini dilakukan untuk memudahkan juru lelang dalam melihat dan memutuskan peserta yang memenangkan lelang ikan.  Kondisi fisik dari kursi juru lelang ini dalam keadaan kurang baik.
·           Speaker TOA dan Microphone
Microphone dan speaker TOA ini berfungsi sebagai pengeras suara ketika dipergunakan oleh juru lelang saat melakukan kegiatan pelelangan ikan.  Hal ini dilakukan agar informasi yang disampaikan oleh juru lelang dapat terdengar oleh para peserta lelang sehingga transparansi jumlah dan harga ikan sama-sama diketahui oleh nelayan dan bakul.  Speaker TOA yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu berjumlah enam unit, dengan rincian empat unit speaker besar dan dua unit speaker dalam.  Semua speaker ini dalam kondisi baik dan merupakan sumbangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat.  Microphone yang dimiliki TPI adalah microphone duduk yang berjumlah satu unit juga merupakan sumbangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat.  Microphone ini hingga sekarang kondisinya masih baik dan dapat digunakan.
b)   Fasilitas bangunan TPI
            Sistem pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu belum berjalan lancar. Hal ini dapat dilihat melalui fasilitas bangunan TPI PPN Palabuhanratu yang seharusnya berfungsi sebagai wahana penjualan ikan untuk mencari pembeli potensial sebanyak mungkin tidak terwujud saat ini.  Pada dasarnya TPI PPN Palabuhanratu memiliki konstruksi bangunan yang cukup memadai untuk berlangsungnya aktivitas pelelangan ikan, namun saat ini bangunan tersebut telah beralih fungsi menjadi pasar dimana para pedagang lapak ikan bebas berjualan di dalam bangunan TPI tersebut.
            Hasil pengamatan selama dilapangan menunjukkan bahwa nampaknya tata letak dermaga areal bongkar kurang sesuai dengan fungsinya sebagai areal untuk proses pendaratan dan pembongkaran ikan.  Kenyataannya areal dermaga bongkar tersebut juga digunakan sebagai tempat kapal nelayan bersandar dan menambatkan kapalnya.  Hal ini tentu saja sangat mengganggu proses pendaratan dan pembongkaran ikan apabila hendak dilakukan pelelangan.
     Berdasarkan pengamatan dilapangan, aspek fasilitas pelelangan ikan bukan merupakan salah satu hambatan maupun faktor yang berpengaruh terhadap tidak berlangsungnya aktivitas pelelangan ikan meskipun pada kenyataannya ada beberapa dari fasilitas tersebut yang memiliki kondisi fisik tidak baik namun secara teknis hal tersebut dapat diperbaiki. Berbeda dengan aspek fasilitas bangunan TPI dan dermaga nampaknya hal tersebut berpengaruh terhadap tidak berjalannya aktivitas lelang ikan.
  • Aspek hasil tangkapan
Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu merupakan  jenis ikan komoditas ekspor dan non ekspor. Untuk proses pendaratannya sendiri, pihak PPN Palabuhanratu membedakan berdasarkan adanya ikan yang didaratkan dan tercatat melalui TPI (fish by retribusi) dan ikan yang didaratkan dan tercatat melalui pelabuhan perikanan (fish by landing). Fish by retribusi artinya ikan tersebut telah masuk dan tercatat di TPI serta dikenai retribusi untuk proses pelelangan ikan, sedangkan fish by landing adalah ikan secara keseluruhan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan telah tercatat oleh pihak pengelola PPN Palabuhanratu.
Untuk ikan fish by landing biasanya identik dengan jenis ikan komoditas ekspor seperti Tuna, Layur, Swanggi dan sebagainya. Meskipun ikan tersebut tidak masuk ke TPI melainkan langsung masuk ke perusahaan pengekspor namun kenyataannya ikan tersebut tetap dikenakan tarif retribusi, hal ini bertentangan dengan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa
Bab II
PELELANGAN IKAN
Pasal 3
(1)     Hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI.
(2)     Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

A. Rouf Sam (16 Mei 2009, diskusi pribadi) mengatakan bahwa, sesungguhnya ada beberapa alasan tertentu yang menyebabkan suatu ikan hasil tangkapan tidak dapat dilakukan pelelangan yaitu volume ikan hasil tangkapan terlalu kecil yaitu ≤50 kg, ikan komoditas ekspor, ikan hasil tangkapan dari kapal pelatihan/penelitian, nelayan yang tidak patuh aturan, serta konsumen yang melakukan kecurangan (kongkalikong).  

  • Aspek Peraturan/ kebijakan
            Kelembagaan  TPI merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di sektor pemasaran hasil tangkapan nelayan.  TPI merupakan salah satu unit usaha KUD yang berfungsi sebagai media pemasaran ikan melalui aktivitas pelelangan ikan.  Pelelangan ikan tersebut merupakan upaya Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang bertujuan untuk membentuk persaingan harga yang layak bagi nelayan serta melindungi nelayan dari permainan harga pasar yang kurang menguntungkan.  Salah satu upaya yang ditempuh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah melalui pembentukan kelembagaan KUD yang berwenang untuk menyelenggarakan aktivitas pelelangan ikan.  Hal ini sesuai dengan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 tahun 2005. dimana disebutkan bahwa:
Bab III
Izin Penyelenggaraan Pelelangan Ikan
Pasal 5
(1)     Penyelenggaraan Pelelangan Ikan harus memiliki izin dari Gubernur.
(2)     Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat.
(3)     Jika pada suatu lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas Kabupaten atau Kota.

            Berdasarkan penjelasan di atas, telah diketahui secara pasti bahwa lembaga yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pelelangan ikan adalah KUD Mina.  Aktivitas pelelangan ikan merupakan suatu mekanisme pasar melalui pembentukan harga bersaing secara transparan dan dilakukan dihadapan khalayak umum. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannyapun memiliki seperangkat aturan atau kebijakan yang telah di buat oleh Pemerintah Daerah itu sendiri. Untuk wilayah Provinsi Jawa Barat, saat ini berlaku Perda Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek kebijakan/peraturan bukan merupakan faktor penghambat tidak berfungsinya aktivitas pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu.  Pengamatan dan hasil wawancara dilapangan justru menunjukkan bahwa pelaksanaan dari seperangkat aturan dan kebijakan tersebutlah yang justru mengalami kesulitan karena belum adanya kerjasama dan kurangnya dukungan dari semua unsur dan peran masyarakat dalam penegakan aturan pelelangan. Selain itu dalam beberapa ketentuan belum terdapat kejelasan yang lebih spesifik mengenai aturan-aturan bagi ikan yang tidak diperkenankan untuk mengikuti lelang hal ini tentu saja membuka peluang untuk tidak berjalannnya sistem lelang sehingga fungsi KUD Mina sebagai penyelenggara lelang kurang berfungsi dengan baik.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar