Selasa, 25 Oktober 2011

KESEJAHTERAAN NELAYAN, VISI 2015 DAN MINAPOLITAN



Dalam sambutannya dalam Seminar Nasional Perikanan Tangkap III di IPB Convention Center Bogor, Menteri Kelautan dan Perikanan mengungkapkan salah satu visi pembangunan kelautan dan perikanan yakni “Indonesia Penghasil Produk Kelautan Dan Perikanan Terbesar Tahun 2015”. Menurut Ir. Fadel Muhammad , pada sub perikanan tangkap sendiri, terdapat beberapa permasalahan yang harus dicarikan solusinya untuk terwujudnya Visi 2015 tersebut. Permasalahan yang dirasakan utama adalah sebagai berikut:
  1.      Ketidakseimbangan pemanfataan sumberdaya ikan di perairan indonesia.
  2.      Armada perikanan tangkap nasional yang masih didominasi armada kecil
  3.      Infrastruktur pelabuhan yang belum optimal
  4.      Dukungan lembaga keuangan dan akses nelayan terhadap permodalan masih rendah.
Keempat masalah tersebut akan bermuara pada stagnannya kesejahteraan nelayan selama ini. Seolah tidak pernah beranjak dari kata kumuh, miskin dan terbelakang. Meskipun tidak semua ketiga kata diatas tersebut melekat erat terhadap nelayan yang ada di Indonesia. Karena ketiga kata tersebut erat melekat pada nelayan dengan status nelayan buruh (ABK) dengan armada perikanan tangkap yang masih didominasi armada kecil. Kondisi ini diperburuk dengan sulit atau bahkan nelayan tidak mempunyai akses untuk masuk dalam lembaga keuangan layaknya pegadaian dan bank, karena lembaga keuangan tersebut tidak mau mengambil resiko yang terlalu besar.
Munculnya konsep minapolitan semula menggugah saya untuk berharap bahwa suatu saat nanti derajat hidup nelayan akan naik. Namun, setelah saya mencari informasi terkait dengan minapolitan sungguh kecewa saya dengan konsep yang ada. Dalam koran kompas cetakan 12 Februari 2010, Suhana, Kepala Riset Pusal Kajian Pembangunan Kelautan dan Peadaban Maritim, mengungkapkan bahwa ekspansi usaha perikanan tangkap tidak bisa lagi diandalkan untuk menibgkatkan produksi perikanan nasional. Sebagian perairan di Indonesia sudah mengalami penangkapan berlebih (over exploited). Pemerintah menargetkan lompatan produksi budidaya 353%, dari 4,78 juta ton tahun 2009 menjadi 16,89 juta ton tahun 2014.
Ditempat yang sama dengan Suhana, Ir. Fadel Muhammad mengungkapkan bahwa pemerintah memprogramkan pengembangan Minapolitan dikawasan-kawasan perikanan. Konsep minapolitan itu mengintegrasikan produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran.
Dengan demikian, minapolitan adalah upaya pemerintah mengintegrasikan produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran. Konsep minapolitan ini menurut Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec merupakan strategi peningkatan daya saing perikanan berbasis klaster (pendekatan klaster).pendekatan klaster dalam pengembangan sumberdaya perikanan dapat dikatan sebagai suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan di suatu lokasi tertentu. Dengan terpusatnya kegiatan perikanan sehingga mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih efektif dan efisien. Efisiensi dan efektifitas tersebut dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem.
Adanya minapolitan sepertinya lebih difokuskan kepada petani ikan (pembudidaya ikan) bukan terhadap nelayan. Dari adanya minapolitan sendiri,sebenarnya sudah melangkah jauh dari visi 2015 yang dicanangkan oleh kementrian Kelautan dan Perikanan. Program minapolitan memang memiliki keunggulan, diantaranya efisien, efektif, dan tersedianya pasar serta kegiatan lainnya di daerah perikanan. Namun, sepertinya ada yang terlupakan dalam pembangunan kali ini. Pembangunan minapolitan seperti mengabaikan nelayan yang seperti disebutkan diatas merupakan nelayan kecil. Sepertinya program minapolitan hanya memperbanyak akses bagi pengusaha untuk masuk ke sektor perikanan sehingga tercipta pasar disekitar sektor perikanan. Hal ini hanya akan membuat daya tawar nelayan melemah. Kenapa? Karena kondisi sosial masyarakat nelayan jauh dari erat didalamnya tersimpan persaingan untuk saling mengalahkan.
Kalaupun nantinya ada pembinaan, saya tidak sepenuhnya yakin akan berhasil. Satu hal yang saya yakini, dengan adanya minapolitan akan muncul persaingan tidak sehat antar nelayan dan pelaku perikanan tangkap. Dunia perikanan tangkap akan dihadapkan pada persaingan yang keras dalam menghadapai minapolitan. Hingga akhirya akan saling jegal dan ‘saling bunuh’ antar pelaku perikanan tangkap.
Hal ini karena saya telah melihat sendiri dilapangan, pembangunan yang hanya berbasis pada infrastruktur dan penyediaan pasar dengan mengabaikan sosial masyarakat nelayan itu sendiri akan berakhir dengan hampa. Tidak kah kita belajar dari sejarah? Bagaimana koperasi tidak berkembang?
Saya sungguh iri, sangat iri yang mendalam terhadap sektor pertanian. Karena sektor ini mampu belajar dari keterpurukan masa lalu. Pembangunan sektor pertanian kini mengutamakan sektor sosial lalu kemudian ekonomi melalu program GAPOKTAN dan PUAP. Sektor pertanian tahu dan mengenali dengan cermat permasalahan yang terjadi, sehingga memutuskan untuk membangun sosial antar petani terlebih dahulu, setelah dirasa sosialnya telah kuat lalu diperkuat ekonominya. Tentu saja proses ini didampingi oleh seorang yang kompeten dibidangnya yaitu penyuluh pertanian. Dengan program yang diterapkan oleh Departemen Pertanian pada masa kepemimpinan Menteri Pertanian Anton Apriantoni, Indonesia mampu swasembada pangan (utamanya beras). Adanya program GAPOKTAN dan PUAP membawa petani untuk bangkit dari keterpurukan dengan bersama-sama. Tidak ada yang menjadi labih maju dan paling terbelakang dalam usaha pertaniannya. Yang terjadi justru petani didaerah yang menerapkan sistem ini maju bersama menuju kesejahteraan.
Tidak ada salahnya kita mencontoh apa yang dilakukan departemen pertanian. Saya yakin, minapolitan mempunyai maksud yang baik, tapi jangan biarkan nelayan yang mempunyai daya tawar yang rendah dibiarkan ‘saling bunuh’ dalam program minapolitan. Saya mengusulkan supaya ada program seperti GAPOKTAN dan PUAP dimana sosial terlebih dahulu diperkuat lalu kemudian ekonominya ditingkatkan. Jangan sampai Gotong Royong yang telah menajdi pedoman bangsa ini selama bertahun-tahun semakin lenyap ditelan sistem kapitalis, yang lebih mengutamakan ekonomi dibanding sosial. Maka untuk mengakhiri tulisan saya ini, konsep ekonomi-sosial hanya akan meyebabkan kesejahteraan nelayan semakin terpuruk. Karena nelayan Indonesia pada umumnya hanya memiliki armada penangkapan yang kecil. Maka, Untuk mencapai visi 2015 dan sekaligus mensejahterakan nelayan konsep Sosial-ekonomi lebih masuk akal. Mari kita maju bersama membangun dunia perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia.
“We want you to be one of us to be a fishermen and to feed the hungry world”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar