Selasa, 25 Oktober 2011

PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI TPI PPN PALABUHANRATU


Pemasaran hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu saat ini adalah tanpa melalui pelelangan. Akibatnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang seharusnya merupakan tempat dilaksanakannya pelelangan kini hanya sebagai tempat penjualan ikan hasil tangkapan antara nelayan dan pedagang serta bakul. Meskipun tidak ada pelelangan, TPI PPN Palabuhanratu tetap memiliki daya tarik bagi nelayan untuk menjual hasil tangkapannya di tempat tersebut. Berikut ini dijelaskan mengenai sejarah pelelangan dan penyebab tidak adanya pelelangan serta pola pemasaran yang terjadi saat pelelangan sudah tidak berlangsung lagi.

5.1    Sejarah pelelangan dan penyebab tidak adanya pelelangan saat ini

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu didirikan pada tahun 1993. Pembangunan pelabuhan ini bertujuan sebagai tempat tambat labuh nelayan yang mempunyai fishing ground di Samudera Hindia, dan agar nelayan bisa memasarkan hasil tangkapannya. Sejak pertama kali dibangun, pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu adalah pemasaran dengan sistem pelelangan. Pada saat itu pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi. Namun, proses pelelangan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi hanya berlangsung selama 10 tahun.
Pada tahun 1997 saat krisis multidimensional melanda Indonesia, pemerintah melalui menteri Pertanian dan Menteri koperasi dan pemberdayaan industri kecil mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) No.132 tahun 1997, 902/Kpts/3/SKB/…../IX/1997 mengenai pelelangan ikan yang tercantum dalam Bab II pasal 4 ayat 2 yang berbunyi: ‘Kepala daerah menunjuk KUD sebagai penyelenggara pelelangan ikan setelah memenuhi syarat’ (Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta), serta didukung oleh Perda Jabar No.5 tahun 2005 tentang penyelenggaraan pelelangan ikan (Dinas Perikanan Propinsi Jabar). Implementasi dari kebijakan tersebut adalah hampir semua Tempat Pelelangan (TPI) termasuk di PPN Palabuhanratu dikelola oleh KUD Mina. Pada Perda Jabar No.5 Tahun 2005, tercantum mengenai izin penyelenggaraan pelelangan ikan. Isi dari Perda ini mempertegas dari SKB No.132 Tahun 1997. Dalam Perda Jabar No.5 Tahun 2005 dijelaskan tentang izin penyelenggaraan pelelangan ikan pada Bab III Pasal 5 dimana penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki izin Gubernur. Izin tersebut diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat yaitu memiliki kekuatan ekonomi yang baik. Selanjutnya dalam Perda Jabar tersebut dijelaskan kembali jika pada suatu lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas Kabupaten atau Kota.
Adapun alasan dibalik keluarnya SKB tersebut, menurut Baga (2010) tersebut adalah untuk memberdayakan Koperasi Unit Desa Mina (KUD Mina) yang tengah kehilangan citra positif di mata masyarakat. Koperasi juga mengalami masa-masa kritis dimana kepercayaan dari masyarakat sudah mulai hilang secara perlahan. Selain itu, koperasi juga mengalami kesulitan dalam pendanaan operasional kegiatan koperasi akibat unit usahanya yang mulai ‘gulung tikar’. Untuk memberdayakan kembali koperasi, pemerintah berinisiatif untuk ‘menyerahkan’ pengelolaan pelelangan ikan kepada koperasi sebagai unit usahanya, karena koperasi dianggap merupakan lembaga yang gerakannya berasal dari bawah (masyarakat) dan dianggap mampu untuk menyelenggarakan pelelangan. Menurut Baga (2010) keputusan pemerintah untuk menyerahkan tanggung jawab pelelangan ikan kepada koperasi terlalu terburu-buru, karena pada saat itu koperasi sebagai sebuah organisasi berada dalam keadaan yang tidak baik. Selain itu, koperasi yang ada pada saat itu merupakan koperasi yang dibentuk oleh pemerintah (top-down) bukan hasil dari gerakan sosial-ekonomi masayarakat. Sehingga, koperasi yang ada bersifat tidak aspiratif.
Kondisi koperasi yang seperti diatas bisa dilihat dari pernyataan koresponden nelayan dan pedagang ikan yang ada disekitar Palabuhanaratu yang menganggap koperasi hanyalah sebuah nama saja tanpa mengetahui ada kegiatan dan manfaat bagi mereka. Hal ini menyebabkan pelelangan ikan yang ada di Palabuhanratu tidak berjalan sejak dikelola oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut pada tahun 2000 sampai sekarang. Menurut pihak PPN Palabuhanratu, pelelangan yang ada di TPI PPN Palabuhanratu sejak dipegang oleh KUD Mina hanya berpura-pura mengadakan pelelangan, karena pembeli sudah ditentukan sebelum pelelangan dimulai.
Sampai saat ini pelelangan ikan belum terlaksana kembali, meskipun sesekali dilakukan pelelangan dan retribusi pelelangan ikan tetap diberlakukan. Bahkan pada tahun 2007 mencapai nilai raman yang tinggi sepanjang sejarah TPI PPN Palabuhanratu yaitu sebesar 1,3 miliar rupiah dan pada tahun tersebut, belum juga ada pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu.
Berdasarkan wawancara dengan kepala Cabang Dinas Perikanan yang menangani pelelangan ikan menyatakan bahwa tidak berfungsinya TPI di PPN Palabuhanratu disebabkan oleh beberapa aspek, diantaranya:
1.    Aspek Regulasi :
1)   Kerjasama dalam penegakan aturan masih belum tercapai karena kurangnya dukungan pihak terkait.
2)   Belum ada kejelasan mengenai aturan-aturan untuk ikan yang tidak diperkenankan untuk dilelang.
2.    Aspek Sosial :
1)   Kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pelelangan ikan masih rendah, pola pikir seperti inilah yang harus diubah.
2)   Adanya multifungsi usaha/multifungsi profesi sehingga menyulitkan peran seseorang dalam aktivitas lelang. Contoh : pengusaha (pemilik kapal) di palabuhanratu biasanya merangkap sebagai bakul.
3)   Adanya sistem ‘langgan’ yang sulit untuk diubah. Sistem langgan ini biasanya terjadi ketika nelayan tidak memiliki modal untuk melaut maka mereka akan meminjam uang kepada juragan, sehingga hasil tangkapan nelayan harus diserahkan sepenuhnya kepada juragan tersebut.
3.    Aspek teknis :  tata letak areal bongkar yang tidak sesuai. Saat ini dermaga untuk area bongkar digunakan kapal untuk bersandar akibat kolam pelabuhan yang telah overcapacity.

Penyebab pelelangan sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang Dinas diatas dapat terjadi karena adanya perpindahan pengelolaan TPI dari Dinas Perikanan ke KUD Mina. Menurut pengelola TPI, pergantian pengelola ini menyebabkan adanya perbedaan pengelolaan pelelangan. Saat dikelola oleh Dinas Perikanan, Kepala TPI bertindak tegas terhadap pelaku pelelangan jika terjadi pelanggaran,  hal berbeda dilakukan oleh pengelola KUD sebagai Kepala TPI yang kurang tegas dalam bertindak sehingga ketiga aspek tersebut bisa muncul. Penyebab lainnya adalah karena pengelola KUD tidak mengerti benar Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat mengenai pelelangan. Sehingga ada beberapa ikan hasil tangkapan yang tidak dilelang. Keadaan ini tidak disertai dengan komunikasi yang baik antara pengelola TPI dengan pelaku pelelangan, sehingga muncul masalah sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang Dinas  diatas.

5.2    Pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan ini
Pada kondisi ideal, mekanisme pemasaran yang terjadi adalah setelah ikan didaratkan di dermaga adalah ikan langsung ditangani oleh ABK kapal tersebut maupun TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) dari kapal tersebut. Selama proses pembongkaran, ikan disortir menurut jenis, ukuran dan mutu. Setelah itu kemudian dilakukan proses penimbangan di lapak masing-masing atau didepan gedung TPI. Proses penimbangan ada yang benar-benar menggunakan timbangan atau hanya dikira-kira saja. Apabila ikan hasil tangkapan telah terjual kepada bakul, maka bakul membayar uang retribusi kepada TPI setelah proses penimbangan selesai.
Pelelangan ikan hasil tangkapan yang tidak berjalan dengan baik, sangat disesalkan oleh sebagian nelayan yang telah lama ada di PPN Palabuhanratu dan sempat mengalami periode pelelangan ikan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi ataupun nelayan yang pernah mengikuti pelelangan di daerah lain. Nelayan, terutama nelayan ABK, yang pernah ikut pelelangan ikan merasakan banyaknya keuntungan yang diperoleh dari pelelangan. Menurut  nelayan, keuntungan yang diperoleh mereka yaitu nelayan menjadi tahu berapa harga pasaran untuk ikan yang dijual dan ikan hasil tangkapan yang dilelang mempunyai harga jual yang tinggi. Nelayan-nelayan yang mengungkapkan ini pada umumnya sering ikut pelelangan di pelabuhan-pelabuhan yang ada di daerah Banten seperti di Binuangeun.
Akibat dari tidak berjalannya pelelangan di Palabuhanratu, pemasaran hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu terpusat di bakul (pedagang ikan) dengan sistem ijon. Nelayan Palabuhanratu mengungkapkan bahwa dengan tidak adanya pelelangan, nelayan tidak memperoleh informasi yang benar dalam masalah harga ikan, karena proses pemasaran hasil tangkapan yang ada saat ini tidak terbuka, malainkan dengan sistem ijon.
Sistem ijon ini merupakan sistem yang sangat merugikan nelayan. Biasanya bakul/tauke/tengkulak memberikan pinjaman terlebih dahulu kepada nelayan sebagai modal melaut, setelah mendapat ikan, maka bakul/tauke/tengkulak yang berhak menjual ikan dan menentukan harga beli dari nelayan adalah bakul/tauke/tengkulak tersebut. Dalam sistem ini, nelayan tidak mengetahui secara pasti berapa harga ikan yang dimilikinya.
Pemasaran hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu, berdasarkan asal ikan yang dipasarkan di PPN Palabuhanratu, terbagi menjadi dua yaitu pemasaran ikan hasil tangkapan yang didaratkan (melalui laut) dan pemasaran ikan hasil tangkapan yang didatangkan melalui jalur darat (melalui darat). Terbentuknya dua pola pemasaran di PPN Palabuhanratu disebabkan oleh TPI yang tidak berfungsi dengan baik.

5.2.1        Potensi pasar hasil tangkapan
Kecamatan Palabuhanratu merupakan daerah pemasaran hasil tangkapan yang potensial di Kabupaten Sukabumi. Selain merupakan daerah berlokasinya pelabuhan perikanan, juga merupakan daerah pariwisata bahari. Banyak wisatawan yang datang dari berbagai daerah ke kecamatan ini. Bahkan pada saat penelitian berlangsung, diamati banyak wisatawan mancanegara yang datang dan menikmati kuliner seafood.
Indikasi lain bahwa Palabuhanratu merupakan pasar yang potensial adalah banyaknya nelayan yang berasal dari daerah pesisir lain di Kabupaten Sukabumi yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPN Palabuhanratu. Selain itu banyak pula ikan yang datang berasal dari daerah lain ke PPN Palabuhanratu. Selain permintaan lokal yang berasal dari sektor pariwisata, permintaan ikan yang berasal dari PPN Palabuhanratu juga datang dari luar kota Palabuhanratu bahkan ekspor.
Banyaknya permintaan pasar terhadap ikan yang berasal dari PPN Palabuhanratu menyebabkan para bakul ataupun pengumpul mendatangkan ikan yang berasal dari luar PPN Palabuhanratu. Ikan yang didatangkan pada umumnya berasal dari wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi seperti Cisolok dan Ujung Genteng. Selain dari wilayah pesisir Kabupaten Sukabumi, ikan yang dipasarkan di PPN Palabuhanratu juga berasal dari Jakarta, Lampung, Banten, Indramayu, Cianjur dan Juwana.
Pada Tabel 26 dan Gambar 14 dibawah ini, dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 Jakarta merupakan daerah yang banyak memasarkan hasil tangkapannya ke PPN Palabuhanratu dengan jumlah 1.613,5 ton, sedangkan yang paling sedikit adalah daerah Indramayu (266 ton). Hal ini menunjukkan bahwa potensi pasar yang ada di PPN Palabuhanratu bukan hanya menarik minat bagi daerah pesisir yang ada di Kabupaten Sukabumi, tapi juga daerah luar Kabupaten Sukabumi. Menurut agen-agen maupun pedagang grosir menyatakan bahwa pengiriman hasil tangkapan dari luar daerah Kabupaten Sukabumi ke PPN Palabuhanratu pada umumnya untuk mensuplai sektor pariwisata bahari seperti kebutuhan restoran dan hotel atau tempat penginapan yang ada ada di Palabuhanratu atau diwilayah Bogor dan Cianjur untuk mendapatkan ikan yang lebih beragam.

Tabel 26 Produksi ikan per bulan dan per daerah yang disalurkan lewat darat ke PPN Palabuhanratu tahun 2008 (dalam ton)
Bulan
Daerah asal Ikan
Jumlah
Jakarta
Cisolok
U.Genteng
Binuangeun
Indramayu
Juwana
Jan
   233
3,4
39,2
7,5
32
76
391,1
Feb
   105
2
15,2
4,8
20
26
173,0
Mar
   115
2,4
25,2
9,8
4
26
182,4
Apr  
   105
8,4
38,2
26,5
4,5
33
215,6
Mei
   114
5,9
25
20,3
17
45
227,7
Juni
    132
7,9
40
26,8
55
570
831,7
July
    139
18,3
85
35,6
45
85
407,9
Aug
123,5
14,4
70
35,9
25
35
303,8
Sept
124,5
11
55
27,3
19
48
284,8
Okt
132,2
12
60
26,5
17,5
51
299,2
Nov
135,8
13,7
65
33,0
15
54
316,5
Des
154,5
13,5
70
36,9
12
57
343,9
Rata-rata
134,5
9,4
49,0
24,2
22,2
92,2
331,5
Simpangan
32,784
5
21
11
15
145
167
Kisaran
105-233
2-18
15-85
5-37
4-55
26-570
172-823
Sumber:Statistik PPN Palabuhanratu 2008

 
5.1.1        Pemasaran ikan hasil tangkapan yang didaratkan melalui laut
1)   Pemasaran melalui TPI
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPN Palabuhanratu meskipun tidak digunakan dalam proses pelelangan ikan, tetapi nelayan dan pedagang lebih suka bertransaksi di TPI karena dekat dengan tempat pedagang ikan menjual ikan hasil pembeliannya. Terdapat tiga asal produksi hasil tangkapan yang hasil tangkapannya sering dijual/dipasarkan di TPI, yaitu produksi hasil tangkapan yang berasal dari armada penangkapan bagan, payang, dan gillnet.
Dalam sistem pemasaran ini, ikan hasil tangkapan dari nelayan dijual/dipasarkan oleh bakul; dalam hal ini bakul menjadi penjual.  Pada saat pemasaran, bakul menjual tanpa ditimbang terlebih dahulu, besaran ditentukan berat berdasarkan kepada perkiraan (taksiran) saja. Cara menjual ikan hasil tangkapan nelayan oleh bakul mirip seperti proses lelang. Terjadi tawar menawar antara pembeli (pedagang pengecer, pengolah) dengan bakul, dan ikan akan diputuskan terjual jika telah mendapatkan harga tertinggi. Alur pemasaran pada pola pemasaran ini terlihat seperti pada Gambar 10.
Waktu pemasaran ketiga armada penangkapan diatas berbeda-beda. Pemilik bagan dan gillnet menjual hasil tangkapn pada pagi hari dan payang pada sore hari. Bagan dan gillnet meskipun mempunyai waktu pemasaran yang sama tapi tidak pernah menjual hasil tangkapan pada waktu bersamaan. Biasanya hasil tangkapan bagan dijual terlebih dahulu karena waktu penadaratannya lebih pagi.
Antara bagan dan gillnet tidak terjadi persaingan dalam menjual hasil tangkapan yang mereka peroleh, karena hasil tangkapan dua alat tangkap ini umumnya berbeda-beda.  Alat tangkap bagan lebih banyak menangkap ikan tembang dan tongkol yang masih berukuran kecil, sedangkan alat tangkap gillnet lebih banyak menangkap ikan tongkol yang ukuran lumayan besar.
Ikan hasil tangkapan yang dipasarkan di TPI PPN Palabuhanratu tidak hanya untuk konsumsi lokal saja, namun juga dijual ke luar Kabupaten Sukabumi seperti Jakarta, Bandung, Cianjur dan Bogor bagi pedagang yang membeli dalam jumlah banyak. Pedagang dan nelayan yang melakukan transaksi seperti diatas tidak dikenakan retribusi. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pengelola pelelangan, tidak ditariknya retribusi terhadap proses transaksi diatas karena keuntungan yang diperoleh nelayan masih tidak bisa menutupi modal awal untuk melakukan penangkapan.

1)   Pemasaran tanpa melalui TPI
Sistem pemasaran tanpa melalui TPI sebenarnya didominasi oleh ikan dengan tujuan ekspor, seperti tuna dan layur. Ikan-ikan inilah yang kemudian oleh pihak TPI PPN Palabuhanratu menjadi sasaran penarikan retribusi. Besarnya retribusi yang ditarik adalah sebesar 3% untuk nelayan dan 2% untuk pedagang/pengolah pembeli. Penarikan retribusi dilakukan setelah dilakukan penimbangan ikan.
Selain untuk ekspor, sebagian hasil tangkapan tuna dan layur adalah untuk konsumsi lokal. Dalam menjual hasil tangkapannya, nelayan PPN Palabuhanratu menjual hasil tangkapannya melalui bakul dengan alasan menjual kepada bakul karena saat musim paceklik, biaya melaut dibiayai oleh bakul.
Pemilik armada penangkapan yang melakukan kegiatan pemasaran tanpa melalui TPI adalah armada penangkapan tuna seperti purse seine dan kapal rumpon. Kapal rumpon ini sebenarnya adalah kapal pancing tonda yang menangkap ikan di wilayah perairan yang telah dipasangi rumpon sehingga dikenal dengan nama kapal rumpon.
Kapal penangkap tuna seperti purse seine, berasal dari berbagai daerah, seperti dari Sibolga, Cilacap dan Jakarta (Pane 2009b). Kapal-kapal ini tidak terdaftar di PPN Palabuhanratu. Mengenai jumlah kapal ini juga tidak tercatat secara pasti di PPN Palabuhanratu maupun di TPI. Alur pemasaran pada pola pemasaran ini, dapat terlihat pada (Gambar 11).
Berdasarkan hasil wawancara, pihak responden bakul sebenarnya menginginkan ikan kualitas ekspor tersebut untuk dilelang. Namun, pengusaha ekspor dan pemilik kapal yang ada di PPN Palabuhanratu menyatakan bahwa jika ikan untuk ekspor dilelang maka akan terjadi penurunan mutu. Pengusaha ekspor juga menyatakan bahwa penyebabkan ikan ekspor tidak dilelang adalah karena fasilitas yang mendukung untuk penyelenggaraan pelelangan untuk ikan khusus ekspor belum tersedia serta daya beli bakul terhadap ikan-ikan ekspor juga rendah. Akibatnya nelayan dan pengekspor merasa lebih senang memasarkan ikan hasil tangkapannya dengan cara menjual langsung kepada bakul atau kepala pengumpul untuk kemudian diekspor.
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu sendiri oleh pengusaha ekspor dijadikan sebagai cabang cold storage dan tempat untuk packaging; seperti yang dilakukan oleh pengekspor ikan layur. Perusahaan ini membuka cabang di Palabuhanratu berupa cold storage dan tempat packaging (pengepakan). Ikan layur dibeli dari nelayan setempat melalui agen layur. Untuk kapal purse seine, mereka menjadikan PPN Palabuhanratu sebagai tempat untuk membongkar hasil tangkapan untuk kemudian diangkut dengan mobil cold box ke Jakarta.
5.1.1        Pemasaran ikan yang didatangkan melalui jalur darat ke PPN Palabuhanratu
 Ikan hasil tangkapan dari luar PPN Palabuhanratu merupakan ikan yang datang melalui jalur darat. Ikan yang datang biasanya dari daerah pesisir di Kabupaten Sukabumi meskipun sebagian datang dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jakarta, Lampung dan Juwana. Ikan didatangkan oleh para bakul karena permintaan yang tinggi di PPN Palabuhanratu. Permintaan pasar yang tinggi di PPN Palabuhanratu sangatlah wajar mengingat PPN Palabuhanratu selain sebagai pelabuhan perikanan tapi juga merupakan wilayah wisata.
 
Proses pemasaran yang terjadi diatas tidak seperti ikan yang didaratkan dari laut dimana pedagang pengecer atau pengolah dapat membeli langsung ke bakul. Pada sistem pemasaran dari ikan yang didatangkan melalui jalur darat, bakul sudah mempunyai pedagang yang dipercaya untuk menjual ikannya. Tujuan ikan yang didatangkan dari jalan darat adalah pembeli lokal dan wisatawan yang ada di sekitar PPN Palabuhanratu.

5.1.1        Pendistribusian hasil tangkapan keluar PPN Palabuhanratu saat ini.
Berdasarkan hasil penelitian, ikan hasil tangkapan yang didistribusikan tidak hanya ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu saja. Ada juga ikan yang didatangkan dari daerah sekitar Palabuhanratu untuk kemudian dikirim ke daerah lain melalui pedagang dan distributor/agen yang ada di Palabuhanratu.  
Untuk memperlancar proses pendistribusian hasil tangkapan, baik itu segar maupun olahan dari PPN Palabuhanratu ke daerah lain, maka diperlukan prasarana dan sarana yan memadai. PPN Pelabuhan Perikanan sendiri mempunyai akses yang baik terhadap daerah-daerah distribusi hasil perikanannya, meskipun masih memerlukan perbaikan. Terutama prasaran jalan raya yang menghubungkan Kecamatan Palabuhanratu dengan daerah Ciawi yang merupakan ‘pintu gerbang’ ke jalan tol Jagorawi. Hal yang sama terjadi untuk sarana jalan ke antar daerah baik itu menuju Bogor, Bandung, maupun daerah distibusi lainnya. Jalan yang dilalui merupakan jalan raya yang berukuran kecil yang hanya cukup untuk 2 mobil saja. Untuk jalur ekspor, ikan yang akan diekspor harus melalui Jakarta dulu sebelum dikirim ke negara tujuan. Permasalahan akan muncul saat melalui jalan Palabuhanratu-Ciawi, kamungkinan terjebak kemacetan sangat mungkin terjadi karena sempitnya jalan dan padatnya lalu lintas. Tapi setelah tidak akan menjadi maslah karena mulai masuk ke jalan tol Jagorawi. Selama ini jalan menuju Palabuhanratu masih berukuran sempit dan sering mengalami kemacetan. Kemacetan yang sering dialami tentu saja sangat menggangu proses pendistribusian ikan, karena sifatnya yang mudah rusak sehingga harus cepat sampai ke tempat tujuan.terlebih wilayah distribusi ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu cukup beragam, mulai dari lingkup lokal hingga internasional (tujuan ekspor). 
Ikan hasil tangkapan tujuan pasar lokal biasanya hanya dikonsumsi oleh masyarakat sekitar Palabuhanratu saja, diantaranya daerah Gumelar, Citepus dan Cisolok. Di pasar ikan tradisional PPN Palabuhanratu, selain konsumen lokal sekitar Palabuhanratu juga turut diramaikan oleh para konsumen dari luar kota seperti Jakarta, Bandung, Sukabumi, Cianjur dan Bogor yang sedang berwisata ke PPN Palabuhanratu. Mereka sengaja membeli ikan baik dalam bentuk segar maupun olahan sebagai ‘buah tangan’.
Jenis ikan tujuan pasar antar daerah/kota adalah tuna, cakalang, tongkol dan layur. Ikan-ikan ini dikirim ke daerah Bogor, Cianjur, Bandung, Jakarta, Indramayu dan Banten. Ikan tersebut dikirim menggunakan mobil pick-up dengan bak terbuka. Ikan dimasukkan kedalam blong yang sudah diisi es dan air. Untuk mengirim ikan ke daerah seperti yang telah disebutkan sebelumnya, menurut pedagang grosir yaitu melalui agen grosir atau pengiriman secara kolektif. Pengiriman secara kolektif ini yaitu pengiriman secara bersama akan tetapi ikan hasil tangkapan merupakan milik dari masing-masing nelayan atau pedagang.
Untuk jenis ikan tujuan pasar ekspor adalah ikan tuna, layur, dan swanggi. Terdapat perusahaan pengumpul/agen khusus hasil tangkapan tuna untuk ekspor ke Jepang melalui Jakarta, sedangkan untuk hasil tangkapan layur akan diekspor oleh PT. Agro Global Bisnis (PT. AGB) menuju Korea Selatan juga melalui Jakarta.
Pada tabel dibawah dapat kita ketahui bahwa jumlah total ikan yang didistribusikan dari PPN Palabuhanratu ke berbagai daerah mencapai 3.169 ton pada tahun 2008. Dari jumlah tersebut, distribusi ikan terbanyak terjadi pada bulan Januari yaitu sebanyak 6,1 ton atau sebesar 19,3%, seperti terlihat pada Tabel 27 dan Gambar 14.
Jumlah ikan segar yang didistribusikan dari PPN Palabuhanratu selama tahun 2008 adalah sebanyak 3.169.979 kg. Ikan yang didistribusikan, dipasarkan ke pasar-pasar ikan yang ada di Jakarta, Kota Sukabumi, Bandung, Cianjur, Banten dan lain-lain. Pendistribusian terbesar adalah ke daerah Jakarta dengan jumlah 2.075.967 kg atau 65,49% dari total ikan yang didistribusikan dari PPN Palabuhanratu tahun 2008. Besarnya ikan yang didistribusikan ke Jakarta tidak lepas dari adanya agen/pedagang pengumpul yang melakukan pemasaran antar kota di PPN Palabuhanratu.


Tabel 27 Distribusi ikan segar dari PPN Palabuhanratu Tahun 2008
No
Bulan
Jumlah Ikan Segar (kg) dan Kota Tujuan Distribusi
Jumlah (kg)
P.ratu
Sukabumi
Bandung
Cianjur
Bogor
Jakarta
Banten
Ekspor
1
Jan
      32.321
         1.219
              -
-
                -
     337.216
       47.434
       35.148
     612.331
2
Feb
              16.343
         6.114
                 -
   210.992
        6.265
     176.151
          -
       10.733
     426.598
3
Mar
              27.468
         7.487
      70.000
                -
                -
       21.374
       30.000
     107.788
     264.117
4
Apr
                9.618
         9.216
                 -
       6.780
                -
     114.340
                  -
       24.781
     164.735
5
Mei
              26.397
         3.500
                 -
       3.000
                -
       70.457
                  -
         9.735
     113.089
6
Juni
              33.660
                  -
                 -
                -
                -
     305.746
                  -
         4.551
     343.957
7
Juli
              30.532
             700
                 -
          700
           800
     167.642
                  -
         9.349
     209.723
8
Aug
              21.938
         1.010
                 -
       1.381
           800
       91.996
                  -
       19.512
     136.637
9
Sept
              12.178
         2.688
                 -
          744
        1.702
     102.037
                  -
         3.538
     122.887
10
Okt
              20.238
         4.769
                 -
                -
                -
     192.422
                  -
         5.608
     223.037
11
Nov
              13.128
         2.765
                 -
                -
                -
     135.006
                  -
       17.359
     168.258
12
Des
                6.977
             883
                 -
                -
                -
     361.580
                  -
       15.170
     384.610
Rata-rata
20.900
3.668
70.000
37.266
2.392
172.997
38.717
21.939
264.165
Simpangan
8.85
2.65
0
54.96
1.31
104.31
3.56
27.33
144.70
Kisaran
33.660-6.977
9.216-700
70.000-0
210.992-700
6.265-800
361.580-21.374
47.434-30.000
107.788-3.538
612.331-113.089
Text Box: 80Sumber: Statistik PPN Palabuhanratu 2008

Sebagain dari jumlah ikan yang didistribusikan tersebut diatas sebanyak 76,59% atau 158.993 kg adalah diekspor. Ekspor dilakukan oleh perwakilan perusahaan di daerah seperti PT. AGB dan PT. URI yang bergerak di bidang ekspor layur serta perusahaan tuna longline yang menjadikan PPN Palabuhanratu sebagai fishing base
Secara umum, distribusi yang dilakukan oleh pedagang ataupun distributor ikan masih menggunakan jalur darat. Sarana transportasi yang digunakan dalam melakukan distribusi ikan untuk wilayah Kabupaten Sukabumi, Cianjur dan Bogor adalah menggunakan mobil pick-up dengan bak terbuka. Ikan dimasukkan kedalam wadah yang bernama blong yang didalamnya ditambahkan es balok. Perlakuan berbeda diberikan kepada ikan yang akan dikirim kedaerah Bandung dan Jakarta. Untuk daerah distribusi tersebut, distributor menyewa mobil boks dengan fasilitas ruang chilling room.

5.1    Penanganan mutu pada pemasaran hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu

Mutu merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan daya tawar saat pemasaran ikan, baik melalui pelelangan ataupun tanpa pelelangan. Mutu juga menunjukkan kualitas dari hasil tangkapan yang didaratkan. Sehingga, penanganan atas mutu ikan hasil tangkapan sangat penting dilakukan oleh nelayan. Ada tiga cara utama untuk memperlambat penurunan kualitas pada ikan: kehati-hatian dalam penanganan, kebersihan, dan menjaga produk tetap dingin. Pentingnya kehati-hatian dalam penanganan tidak dapat dipungkiri karena bakteri pembusuk dapat masuk melalui sayatan yang terjadi selama penanganan, sehingga mempercepat pembusukan. Penanganan yang tepat akan menjamin kualitas produk yang lebih segar dan tinggi (Anonymous 2008).  Pane (2008) mengungkapkan bahwa penggunaan basket hasil tangkapan mempengaruhi mutu ikan secara berbeda: membantu mempertahankan mutu ikan sampai menurunkan mutu ikan. Di PPN Palabuhanratu, berdasarkan pengamatan organoleptik, mutu ikan yang didaratkan untuk konsumsi lokal berkisar antara 4-8 skala organoleptik. Untuk ikan ekspor, skala organoleptik berkisar antara 8-9 skala organoleptik (Tabel 28). 

Tabel 28 Nilai organoleptik ikan berdasarkan jenis basket yang digunakan dan tujuan distribusinya
Alat tangkap
Penanganan mutu
Jenis basket
Tujuan distribusi
Kondisi ikan saat didaratkan
Nilai organoleptik

Bagan
Tidak menggunakan es
Keranjang bambu
Lokal
Baik. Tapi badan ikan banyak yang hancur.
7-8
Gillnet
Menggunakan es balok
Blong & trays
Lokal
Tidak segar
6-7,5


Pancing tonda
Es balok




Es curah
Blong &
Kotak fiberglass
Lokal




Ekspor
Segar pada bagian atas, tapi tidak segar pada bagian bawah.

Segar,
4-6




8-9
Pancing layur
Es balok
Kotak styrofoam

Basket
Ekspor


Lokal
Segar


Tidak segar
8-9


6-7
Payang
Es balok
Blong
Lokal
Cukup segar
7-8

Berdasarkan Tabel 28 diatas, secara umum kesadaran dalam penanganan mutu oleh nelayan di PPN Palabuhanratu masih sangat kurang. Hasil tangkapan alat tangkap bagan memiliki tingkat kesegaran paling tinggi, karena ikan ditangkap pada tengah malam dan pada pagi hari sudah didaratkan. Namun hasil tangkapan bagan mempunyai kelemahan dari sisi keutuhan ikan. Banyaknya tubuh ikan hasil tangkapan bagan yang rusak yang diakibatkan oleh penggunaan keranjang yang terbuat dari bambu. Keranjang ikan yang terbuat dari bambu bersifat elastis menyebabkan bentuk keranjang berubah-rubah oleh berat ikan sehingga mengakibatkan ikan tergencet didalamnya (Pane, 2008). Selain itu pada alat tangkap bagan juga tidak menggunakan es sebagai penghambat laju penurunan mutu karena nelayan beranggapan hanya sebentar. Kondisi ikan yang tersayat oleh keranjang bambu serta tidak menggunakan es dalam penanganannya, bisa menyebabkan penurunan mutu pada ikan hasil tangkapan bagan.
 Alat tangkap pancing tonda yang digunakan nelayan PPN Palabuhanratu merupakan alat tangkap yang paling lama berada di fishing ground. Pada umumnya alat tangkap ini berada di fishing ground selama 1 minggu. Lamanya waktu dilaut tidak disertai dengan adanya kemampuan yang memadai dari pihak nelayan dalam menangani mutu ikan hasil tangkapan. Banyak ikan hasil tangkapan pancing tonda yang terdiri dari ikan bernilai ekonomis penting seperti tuna, cakalang dan tongkol didaratkan dalam keadaan tidak segar terutama ikan yang berada di bagian bawah blong. Ikan tersebut mengalami kerusakan pada bagian perut. Jika dilakukan penilaian secara organoleptik, maka ikan tersebut berada pada skala organoleptik 4. Penggunaan es pun hanya digunakan pada bagian atas ikan saja. Ikan yang disimpan pada bagian bawah mengalami penurunan mutu karena ikan yang berada dibawah tertekan, akibat isi blong yang besar (120 kg) (Pane 2008).  
Nelayan yang menggunakan alat tangkap gillnet dan payang sebagai alat penangkapan, ikan hasil tangkapannya umumnya mengalami kerusakan pada bagian perut dan secara keseluruhan kondisi mutu ikannya yang kurang dengan skala organoleptik berkisar antara 6-8 skala organoleptik. Hal ini diakibatkan nelayan menggunakan blong dan kotak fiber sebagai wadah untuk menyimpan hasil tangkapan. Kerusakan pada ikan hasil tangkapan payang dan gillnet karena banyaknya ikan dalam satu wadah. Nelayan biasanya menggunakan basket/wadah hasil tangkapan sesuai dengan kapasitas maksimal dari basket tersebut. Jika belum penuh dalam satu blong, maka blong yang lain tidak akan digunakan. Untuk menghambat penurunan mutu, nelayan menggunakan es curah dan es balok. Blong dan kotak fiber yang digunakan tidak memiliki lubang dibawahnya. Menurut Pane (2008) tanpa adanya lubang pada wadah menyebabkan air yang berasal dari es yang mencair tidak keluar dan menjadi penyebab tambahan semakin cepatnya mutu ikan menurun.
Berdasarkan uraian diatas, setiap nelayan tidak mempunyai perbedaan dalam penanganan ikan. Prinsip kehati-hatian dalam penanganan, kebersihan, dan menjaga produk tetap dingin, dilakukan oleh nelayan dengan sangat kurang. Lembaga yang bertugas menangani mutu ikan di PPN Palabuhanratu adalah Laboratorium Bina Mutu Hasil Perikanan. Mahyuddin (2008) mengungkapkan bahwa lembaga ini melakukan pengujian organoleptik dan kandungan formalin pada hasil tangkapan nelayan. Menurut pengamatan dan wawancara selama penelitian berlangsung, lembaga ini tidak memberikan himbauan kepada nelayan mengenai cara penanganan mutu ikan baik itu berupa pengumuman, pelatihan, poster maupun teguran langsung. Pengarahan hanya diberikan kepada pedagang ikan yang ada di dalam resto, secara tidak langsung melalui pemasangan poster dan secara langsung ke resto dengan melakukan kunjungan. Resto ini dibangun atas kerjasama pihak pengelola PPN Palabuhanratu dengan Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi. Sedangkan dipasar ikan tidak ada hibauan mengenai mutu ikan yang harus dijual atau cara penanganan ikan yang baik.
Hal berbeda terjadi ketika peneliti melakukan kunjungan ke PPI Muara Angke. Disana dipasang berbagai macam poster atau himbauan yang berisi mengenai penanganan mutu yang baik dan manfaatnya. Poster tersebut dipasang disekitar TPI, dermaga pendaratan dan daerah penjualan ikan. Dalam poster juga ditulis mengenai bahaya penggunaan formalin dan zat aditif lainnya yang berbahaya. Seharusnya lembaga Laboratorium Bina Mutu Hasil Perikanan melakukan hal yang sama seperti di PPI Muara Angke. Informasi mengenai tata cara penanganan ikan yang baik disertai manfaatnya serta bahaya penggunaan formalin dan zat aditif lainnya seharusnya bisa diperoleh oleh nelayan, pedagang yang ada di PPN Palabuhanratu.
Lemahnya kesadaran penanganan mutu ikan di PPN Palabuhanratu oleh nelayan maupun pedagang diakui oleh pihak pengelola pelabuhan dan TPI. Pengelola pelabuhan dan TPI juga menyatakan pendapatnya bahwa sangat sulit dalam menangani mutu ikan di sisi nelayan dan pedagang, karena kesadaraan konsumen dalam membeli ikan belum ada. Menurut mereka ikan dengan kualitas apapun pasti terjual habis di PPN Palabuhanratu. Hal ini menjadi penyebab nelayan dan pedagang tidak menghiraukan mutu ikan yang ditangkap ataupun yang dipasarkan.
Pihak pengelola pelabuhan dan TPI seharusnya menjadi lembaga yang mampu mengontrol kualitas mutu ikan yang didaratkan. Baik itu melalui pemasangan poster atau himbauan langsung kepada nelayan dan pedagang. Pane (2008) mengungkapkan bahwa semua ikan konsumsi mutunya harus layak konsumsi. Selanjutnya Pane menyatakan bahwa di Indonesia menurut Badan Standar Nasional (2006) ikan layak konsumsi mempunyai skala organoleptik antara 6-9, tapi standar yang lebih tinggi diterapkan oleh negara-negara di Eropa dimana ikan layak konsumsi harus mempunyai mutu dengan skala organoleptik berkisar antara 8-9.
Untuk penanganan mutu, nelayan dengan alat tangkap rawai layur dan beberapa armada pancing tonda dengan prioritas ekspor, sudah selangkah lebih maju. Nelayan ini mengungkapkan bahwa mereka mendapatkan pengarahan mengenai cara menangani ikan agar tidak rusak dari pihak pengusaha ekspor. Nelayan layur pun menyadari dengan sendirinya, bahwa jika kualitas ikan yang ditangkap memiliki mutu yang rendah, maka nelayan tersebut akan mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena harga ikannya akan menjadi murah bahkan ditolak oleh pengusaha ekspor dibandingkan bila mutunya lebih baik.
Secara umum, penanganan mutu ikan oleh nelayan dan pedagang di PPN Palabuhanratu baru sebatas penggunaan es balok dan es curah jumlahnya juga belum memadai sehingga secara umum mutu ikan belum terjaga dengan baik. Penggunaan refrigerator pada palka kapal seperti yang dilakukan oleh nelayan-nelayan di PPI Muara Angke masih belum diterapkan di PPN Palabuhanratu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar