Oleh: HENDRI DWIYANTI
(Dibawah bimbingan Dr.Ir. Ernani Lubi, DEA & Dr. Ir. Wawan Oktariza, M.Si)
Pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu belum berjalan
optimal, untuk mengetahui penyebab tidak berjalannya aktivitas pelelangan ikan hal
dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu
- Aspek sumberdaya manusia/sosial
Penyebab tidak berjalannya
aktivitas lelang ikan ditinjau dari aspek sumberdaya manusia/sosial yang terdiri
dari para pedagang/bakul (6 orang), pengelola PPN Palabuhanratu (2 orang), nelayan
(15 orang), pengurus KUD (2 orang), pengurus TPI (2 orang), dan pengurus Dinas
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi (2 orang).
Pengamatan
dan hasil wawancara selama di lapangan menunjukkan bahwa tidak berjalannya
aktivitas lelang di TPI PPN Palabuhanratu merupakan isu permasalahan nasional
yang cukup komplek. Hal ini dikarenakan
permasalahan mengenai pelelangan bukan hanya kepentingan satu kelompok saja
melainkan kepentingan banyak pihak yang harus didukung oleh semua unsur dan
peran serta masyarakat sebagai pelaku pelelangan. Daerah pesisir dengan setiap karakteristik
wilayah topografi yang terdapat pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan
ikan akan memiliki ciri dan karakteristik sosial budaya masyarakat perikanan
yang berbeda pula.
Umumnya
daerah pesisir yang terdapat pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan
ikan memiliki tempat pelelangan ikan sebagai basic nelayan untuk mendaratkan dan menjual hasil tangkapannya
melalui sistem lelang. Peristiwa semacam ini dapat kita jumpai pada TPI di PPP
Juwana Pati, PPN Pekalongan, PPP Muara Angke dan PPP Subang. Lain lagi halnya dengan yang terjadi di TPI
PPN Palabuhanratu. Lelang yang terjadi di
TPI PPN Palabuhanratu bukan lelang hasil tangkapan nelayan melainkan lelang
dari bakul. Artinya bahwa sistem lelang
hasil tangkapan nelayan yang disampaikan melalui lisan secara terbuka di depan
umum kerap tidak dapat kita jumpai, hal ini dikarenakan ikan hasil tangkapan
nelayan langsung masuk dan ditangani oleh para bakul sebagai pemilik modal. Nelayan hanya mengurusi dan menangani proses
penangkapan ikan selama di laut hingga ikan didaratkan di dermaga, untuk
selanjutnya ikan akan ditangani oleh para bakul.
Setelah ikan diserahkan ke
bakul, maka ikan pun akan dilelang.
Kendala lainnya adalah seringkali para bakul sebagai peserta lelang
menunggak pembayaran atas harga nilai transaksi ditambah dengan pungutan
retribusi sebesar 3%. Bahkan tidak
jarang mereka melakukan transaksi yang melebihi batas kemampuan uang jaminan,
padahal hal tersebut tidak diperkenankan.
Sebagai sanksinya maka pihak pengelola TPI berhak untuk melakukan
teguran bahkan melarang peserta lelang tersebut untuk mengikuti lelang
selanjutnya.
Penunggakan
dari para bakul peserta lelang itulah yang justru dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap keberlangsungan proses lelang yang ada. Karena adanya
tunggakan maka sebagai gantinya pengelola TPI terpaksa menggunakan dana kas
cadangan sebagai pembayaran atas harga nilai transaksi kepada para nelayan
karena pembayaran kepada nelayan harus diserahkan langsung setelah proses
lelang selesai. Dana hasil retribusi
inilah yang digunakan untuk pembayaran biaya pembangunan dan penyediaan sarana
TPI, biaya operasional TPI serta biaya lelang.
Seandainya itu hanya terjadi pada satu bakul/tengkulak saja mungkin
masih bisa diatasi, tetapi apabila itu merupakan kebiasaan yang terjadi
dikalangan bakul maka tentu saja hal tersebut membawa implikasi yang buruk
karena secara otomatis KUD Mina akan mengalami permasalahan modal yang
mengalami penurunan drastis. Padahal dana kas cadangan tersebut hanya bisa
digunakan sewaktu-waktu saja.
Permasalahan
lain disebabkan karena kesadaran masyrakat perikanan akan arti pentingnya
pelelangan masih rendah, mereka berfikir bahwa dengan mengikuti sistem
penjualan secara lelang maka akan terjadi banyak pungutan sebagai pembayaran
retribusi lelang. Harga ikan hasil
penjualan melalui lelang yang akan dibayarkan kepada nelayan akan dipotong
sebesar 2% dari nilai transaksi dan akan digunakan sebagai dana-dana nelayan
seperti tabungan nelayan, asuransi nelayan, dana paceklik, dan dana sosial
(penanggulangan darurat kecelakaan dilaut). Hal inilah yang menimbulkan pro dan
kontra masyarakat perikanan akan arti pentingnya pelelangan. Bagi nelayan
dengan hasil tangkapan ekonomis rendah dan jumlah produksi yang relatif kecil
mereka merasa apabila menjual ikan melalui lelang maka akan mengalami kerugian
karena harus mengalami potongan.
Sehingga, sebagai solusinya mereka cenderung memilih menjual ikan
langsung kepada para bakul/tengkulak walaupun mereka berada pada bargaining position yang lemah.
Penyebab lain adalah
adanya multifungsi peran dan multifungsi profesi sehingga menyulitkan peran
seseorang dalam sistem pelelangan.
Multifungsi peran ini dapat diketahui berdasarkan pengamatan dan hasil
wawancara di lapangan. Mayoritas dari
beberapa orang yang berprofesi sebagai pengusaha pemilik kapal mereka juga
merangkap sebagai bakul. Kebiasaan lain
dalam masyarakat perikanan Palabuhanratu dan sulit diubah adalah sistem langgan
yang sudah mendarah daging. Biasanya
sistem langgan ini terjadi ketika nelayan tidak memiliki modal untuk melaut
sehingga keadaan tersebut memaksa mereka untuk meminjam uang kepada para
bakul/juragan, sebagai bentuk timbal baliknya maka nelayan harus menjual ikan
hasil tangkapannya kepada bakul.juragan tersebut.
Kurangnya modal tersebut berdampak pada
kinerja operasional kelembagaan KUD Mina
Mandiri Sinar Laut sebagai pelaksana pelelangan ikan. Selain itu, Manajemen kelembagaan KUD Mina Mandiri
Sinar yang lemah semakin membuat masyarakat nelayan kurang tertarik untuk
menyalurkan dan menjual hasil tangkapannya melalui proses pelelangan.
- Aspek fasilitas/teknis
Secara umum fasilitas yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu
yang digunakan untuk menyelenggarakan aktivitas pelelangan ikan diantaranya
yaitu:
a) Fasilitas pelelangan ikan
·
Timbangan
Timbangan
ini berfungsi untuk menimbang ikan hasil tangkapan setelah didaratkan melalui
dermaga lantai TPI. Timbangan yang ada
di TPI PPN Palabuhanratu secara keseluruhan berjumlah tiga unit, dengan rincian
dua unit timbangan gantung dan satu unit timbangan digital. Masing-masing kondisi fisik timbangan ini
cukup baik, namun untuk timbangan digital mengalami beberapa kerusakan
dikarenakan sudah cukup lama tidak digunakan sehingga keakuratannya berkurang. Timbangan ini bisa digunakan oleh nelayan yang
hendak melakukan lelang ikan, karena salah satu kegiatan KUD dalam pelelangan
ikan yaitu melaksanakan kegiatan penimbangan ikan.
·
Trays
Trays (basket) berfungsi sebagai wadah ikan hasil tangkapan yang didaratkan di dermaga lantai TPI dan hendak dilelang. Trays biasanya
terbuat dari bahan fiber yang
bersifat kuat dan tahan lama. Trays ini disewakan kepada nelayan yang
hendak melakukan lelang dengan dikenai biaya sewa Rp200,-/trays. Dari penyewaan trays
inilah TPI mendapat pemasukan tambahan selain dari retribusi lelang ikan yang
dipungut dari nelayan dan bakul. Trays yang ada TPI berjumlah 600 unit
dengan rincian 100 unit disediakan oleh pihak pengelola PPN Palabuhanratu dan
500 unit disediakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Secara umum kondisi fisik trays ini dalam keadaan baik.
·
Troli
Troli
merupakan alat bantu yang berfungsi untuk mempermudah proses pengangkutan ikan
dari bibir dermaga menuju lantai TPI ketika ikan hasil tangkapan telah
didaratkan dan hendak dilakukan pelelangan.
Troli yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu berjumlah 10 unit dan
merupakan sumbangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Sampai saat ini troli ini masih berfungsi dan
dalam kondisi yang baik.
·
Kursi Juru Lelang
Kursi juru lelang ini berfungsi sebagai tempat duduk juru lelang ketika
pelelangan ikan dilaksanakan. Kursi ini
terbuat dari bahan kayu dan berbentuk menyerupai kursi wasit dalam pertandingan
bulu tangkis, hal ini dilakukan untuk memudahkan juru lelang dalam melihat dan
memutuskan peserta yang memenangkan lelang ikan. Kondisi fisik dari kursi juru lelang ini dalam
keadaan kurang baik.
·
Speaker TOA
dan Microphone
Microphone dan
speaker TOA ini berfungsi sebagai
pengeras suara ketika dipergunakan oleh juru lelang saat melakukan kegiatan
pelelangan ikan. Hal ini dilakukan agar
informasi yang disampaikan oleh juru lelang dapat terdengar oleh para peserta
lelang sehingga transparansi jumlah dan harga ikan sama-sama diketahui oleh
nelayan dan bakul. Speaker TOA yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu berjumlah enam
unit, dengan rincian empat unit speaker besar
dan dua unit speaker dalam. Semua speaker
ini dalam kondisi baik dan merupakan sumbangan dari Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Jawa Barat. Microphone yang dimiliki TPI adalah microphone duduk yang berjumlah satu
unit juga merupakan sumbangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa
Barat. Microphone ini hingga sekarang kondisinya masih baik dan dapat
digunakan.
b) Fasilitas bangunan TPI
Sistem pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu belum berjalan lancar. Hal
ini dapat dilihat melalui fasilitas bangunan TPI PPN Palabuhanratu yang
seharusnya berfungsi sebagai wahana penjualan ikan untuk mencari pembeli
potensial sebanyak mungkin tidak terwujud saat ini. Pada dasarnya TPI PPN Palabuhanratu memiliki
konstruksi bangunan yang cukup memadai untuk berlangsungnya aktivitas pelelangan
ikan, namun saat ini bangunan tersebut telah beralih fungsi menjadi pasar
dimana para pedagang lapak ikan bebas berjualan di dalam bangunan TPI tersebut.
Hasil
pengamatan selama dilapangan menunjukkan bahwa nampaknya tata letak dermaga
areal bongkar kurang sesuai dengan fungsinya sebagai areal untuk proses
pendaratan dan pembongkaran ikan.
Kenyataannya areal dermaga bongkar tersebut juga digunakan sebagai
tempat kapal nelayan bersandar dan menambatkan kapalnya. Hal ini tentu saja sangat mengganggu proses
pendaratan dan pembongkaran ikan apabila hendak dilakukan pelelangan.
Berdasarkan
pengamatan dilapangan, aspek fasilitas pelelangan ikan bukan merupakan salah
satu hambatan maupun faktor yang berpengaruh terhadap tidak berlangsungnya
aktivitas pelelangan ikan meskipun pada kenyataannya ada beberapa dari
fasilitas tersebut yang memiliki kondisi fisik tidak baik namun secara teknis
hal tersebut dapat diperbaiki. Berbeda dengan aspek fasilitas bangunan TPI dan
dermaga nampaknya hal tersebut berpengaruh terhadap tidak berjalannya aktivitas
lelang ikan.
- Aspek hasil tangkapan
Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu merupakan jenis ikan
komoditas ekspor dan non ekspor. Untuk proses pendaratannya sendiri, pihak PPN
Palabuhanratu membedakan berdasarkan adanya ikan yang didaratkan dan tercatat melalui
TPI (fish by retribusi) dan ikan yang
didaratkan dan tercatat melalui pelabuhan perikanan (fish by landing). Fish by
retribusi artinya ikan tersebut telah masuk dan tercatat di TPI serta
dikenai retribusi untuk proses pelelangan ikan, sedangkan fish by landing adalah ikan secara keseluruhan yang didaratkan di
PPN Palabuhanratu dan telah tercatat oleh pihak pengelola PPN Palabuhanratu.
Untuk
ikan fish by landing biasanya identik
dengan jenis ikan komoditas ekspor seperti Tuna, Layur, Swanggi dan sebagainya.
Meskipun ikan tersebut tidak masuk ke TPI melainkan langsung masuk ke
perusahaan pengekspor namun kenyataannya ikan tersebut tetap dikenakan tarif retribusi,
hal ini bertentangan dengan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 yang
menyatakan bahwa
Bab II
PELELANGAN IKAN
Pasal 3
(1) Hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI.
(2) Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
A. Rouf Sam (16 Mei 2009, diskusi pribadi) mengatakan
bahwa, sesungguhnya ada beberapa alasan tertentu yang menyebabkan suatu ikan
hasil tangkapan tidak dapat dilakukan pelelangan yaitu volume ikan hasil tangkapan
terlalu kecil yaitu ≤50 kg, ikan komoditas ekspor, ikan hasil tangkapan dari
kapal pelatihan/penelitian, nelayan yang tidak patuh aturan, serta konsumen
yang melakukan kecurangan (kongkalikong).
- Aspek Peraturan/ kebijakan
Kelembagaan TPI merupakan kelembagaan ekonomi yang
bergerak di sektor pemasaran hasil tangkapan nelayan. TPI merupakan salah satu unit usaha KUD yang
berfungsi sebagai media pemasaran ikan melalui aktivitas pelelangan ikan. Pelelangan ikan tersebut merupakan upaya
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang bertujuan untuk membentuk persaingan
harga yang layak bagi nelayan serta melindungi nelayan dari permainan harga
pasar yang kurang menguntungkan. Salah
satu upaya yang ditempuh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah melalui pembentukan
kelembagaan KUD yang berwenang untuk menyelenggarakan aktivitas pelelangan
ikan. Hal ini sesuai dengan Perda
Provinsi Jawa Barat Nomor 5 tahun 2005. dimana disebutkan bahwa:
Bab III
Izin Penyelenggaraan Pelelangan
Ikan
Pasal 5
(1) Penyelenggaraan Pelelangan Ikan harus memiliki izin dari Gubernur.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada KUD Mina yang
memenuhi syarat.
(3) Jika pada suatu lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pelelangan ikan dapat
diberikan kepada Dinas Kabupaten atau Kota.
Berdasarkan
penjelasan di atas, telah diketahui secara pasti bahwa lembaga yang memperoleh
izin untuk menyelenggarakan pelelangan ikan adalah KUD Mina. Aktivitas pelelangan ikan merupakan suatu
mekanisme pasar melalui pembentukan harga bersaing secara transparan dan
dilakukan dihadapan khalayak umum. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannyapun
memiliki seperangkat aturan atau kebijakan yang telah di buat oleh Pemerintah
Daerah itu sendiri. Untuk wilayah Provinsi Jawa Barat, saat ini berlaku Perda
Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat
Pelelangan Ikan dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 Tentang
Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan. Maka dapat disimpulkan
bahwa aspek kebijakan/peraturan bukan merupakan faktor penghambat tidak
berfungsinya aktivitas pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu. Pengamatan dan hasil wawancara dilapangan
justru menunjukkan bahwa pelaksanaan dari seperangkat aturan dan kebijakan
tersebutlah yang justru mengalami kesulitan karena belum adanya kerjasama dan
kurangnya dukungan dari semua unsur dan peran masyarakat dalam penegakan aturan
pelelangan. Selain itu dalam beberapa ketentuan belum terdapat kejelasan yang
lebih spesifik mengenai aturan-aturan bagi ikan yang tidak diperkenankan untuk
mengikuti lelang hal ini tentu saja membuka peluang untuk tidak berjalannnya
sistem lelang sehingga fungsi KUD Mina sebagai penyelenggara lelang kurang
berfungsi dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar