Transaksi
jual beli ikan di PPN Palabuhanratu saat pelelangan tidak berlangsung selama 5
tahun (2005-2010) melibatkan (1)nelayan, juragan perahu, juragan kepala;
(2) bakul ikan/pedagang;
(3) tengkulak/pengijon. Dalam banyak kasus di lapangan, hubungan
jual-beli ikan antara para nelayan dan bakul atau pedagang
sering bersifat “mengikat”, daripada atas dasar “sukarela”. Hal ini terjadi,
karena para nelayan tersebut secara rutin dan berkesinambungan mendapatkan
“uang pengikat” (ijon)
dari para bakul ikan. Terjadinya
ijon ikan hasil tangkapan kepada nelayan memang telah terjadi tahun-tahun
sebelumnya, namun praktikjual beli dengan cara ijon berkembang pesat saat
pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu tidak berlangsung. Pedagang ikan, pengusaha
pengolahan mengalami kesulitan untuk membeli ikan karena tidak adanya penjualan
ikan yang terpusat seperti pelelangan. Sehingga mereka (pedagang ikan,
pengusaha ikan, pengusaha pengolahan) melakukan ijon kepada nelayan untuk
memudahkan mereka mendapatkan ikan hasil tangkapan.
Uang ijon
tersebut merupakan “uang muka” dari bakul ikan kepada para nelayan. Pemberian uang tersebut
tujuannya tidak lain adalah agar para nelayan menyerahkan atau menjual ikan
kepada si bakul ikan. Menjadi “kewajiban” atau “keharusan” bagi para nelayan
penerima uang tadi untuk menjual atau menyerahkan sebagian atau seluruh ikan hasil tangkapannya (sesuai
dengan kesepakatan) kepada
bakul pengijon yang
telah memberinya uang. Kebiasaan memberikan uang ijon ini, dalam banyak hal telah menjadi
kesepakatan di antara kedua belah pihak. Relasi dan praktik jual-beli yang
demikian ini telah menjadi pola umum dalam hampir setiap relasi dan jaringan
perdagangan ikan yang berlaku di nelayan PPN Palabuhanratu termasuk juga pada nelayan pancing tonda
(nelayan rumpon).
Pola jual-beli ikan dengan sistem ijon tersebut memang tidak selalu
merugikan pihak nelayan, walaupun sebenarnya uang yang dibayarkan saat itu juga, atau beberapa hari setelah ikan hasil tangkapan
didaratkan, oleh para bakul pengijon kepada mereka tidak pernah sama, bahkan lebih rendah
dari harga jual riil ikan seandainya dijual langsung di pasar lokal. Artinya,
para nelayan tersebut akan menerima uang hasil pembelian ikan dari bakul pengijon ‘senantiasa kurang’
dari harga jual ikan di pasaran. Sistem pemberian hasil penjualan “di bawah
harga” tersebut berlaku umum atau sama untuk seluruh bakul pengijon. Dalam hal ini, tidak ada
permainan harga jual antara bakul pengijon yang satu dengan bakul pengijon yang lain; sehingga jumlah uang
yang diterima oleh para nelayan dan juragan kepala dari para bakul siapapun dia
setiap orang adalah setara, tidak ada perbedaan. Bagi bakul pengijon sendiri, dengan adanya uang
pengikat ini, selain dia dapat menjual harga sesuai dengan keadaan pasar dan
jenis ikan yang dijual, dari hasil penjualan ikannya itu dia juga masih
mendapatkan keuntungan, yang diperoleh dari selisih antara uang yang diberikan
kepada para nelayan dengan uang yang sebenarnya diperoleh dari hasil penjualan
ikan tadi.
Kecenderungan para nelayan untuk menjual ikan kepada bakul pengijon yang telah
“mengikatnya” dengan
uang ijon lebih
disebabkan pada pertimbangan kecepatan dan kemudahan menjual ikan serta
memperoleh uang, atau hal-hal praktis lainnya daripada semata-mata pertimbangan
bisnis-ekonomi yang berorientasi pada mencari untung sebesar-besarnya. Sebab saat itu pelelangan ikan sedang tidak
berlangsung. Proses peminjaman dana operasional melaut yang mudah seperti tidak
ada agunan dan syarat administrasi perbankan lainnya membuat bakul pengijon
menjadi lembaga keuangan nonformal yang sangat diminati oleh nelayan.
Peminjaman modal operasional untuk nelayan rumpon oleh bakul pengijon diberikan
dalam bentuk uang tunai dengan jumlah berbeda tergantung pada kekurangan
nelayan saat akan melakukan operasi penangkapan ikan.
Hal lain yang menjadi daya tarik dari para nelayan melakukan
praktik ijon adalah
karena mereka akan mendapatkan fasilitas tambahan dari para bakul ikan, yaitu kemudahan
untuk mendapatkan hutang atau pinjaman uang dari para bakul rekanannya; apakah
untuk keperluan modal usaha rumah tangga atau pun untuk keperluan keluarga yang
lain, yang bagi mereka mungkin tidaklah mudah diperoleh dari orang lain. Para
nelayan itu pun secara rutin masih mendapatkan barang-barang lain seperti rokok
(ketika dia istirahat, atau tidak melaut) atau terkadang bantuan memperbaiki alat tangkap yang rusak.
Selain
peminjaman yang mudah, seperti diungkapkan diatas, proses pembayarannya juga tidaklah
sulit. Proses pembayaran atau besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membayar
utang nelayan kepada bakul pengijon tergantung kesepakatan. Cara pembayaran
utang nelayan kepada bakul pengijon dilakukan dengan cara bakul pengijon
memotong hasil penjualan ikan. namun, karena harga beli nelayan ke bakul
pengijon rendah, maka uang hasil penjualan ikan yang diperoleh nelayan selalu
lebih kecil jika menjual ikan hasil tangkapan ke pasar (konsumen) langsung.
Keadaan ini menyebabkan nelayan akan selalu membutuhkan bakul pengijon sebagai
sumber modal operasional melautnya hingga kemudian utangnya menumpuk dan sulit
untuk dibayar/dilunasi. Seorang nelayan rumpon menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui secara pasti berapa
jumlah sisa utang yang harus dibayarkan kepada bakul pengijon karena setiap
akan melaut hampir selalu meminjam uang kepada pengijon meskipun dalam jumlah
yang berbeda.
Berikut adalah pola pembayaran utang pinjaman nelayan:
Nelayan (menyerahkan/menjual ikan HT
kepada bakul pengijon dengan harga yang rendah) è Bakul pengijon (menjual ikan hasil
tangkapannya kepada pedagang eceran atau konsumen langsung dengan harga jual
yang sangat tinggi dari harga beli).
Nelayan akan menerima uang hasil
penjualan ikan ke bakul pengijon dalam tiga atau beberapa hari (tergantung
besar pinjaman dan kesepakatan antara nelayan dan bakul pengijon) setelah
nelayan “menyerahkan” ikan HT nya kepada bakul pengijon setelah dipotong untuk
pembayaran utang.
Saat pembayaran nelayan hanya diberitahu jumlah ikan hasil tangkapan dan
harga ikan yang ditawarkan oleh bakul pengijon.
Berikut ini adalah siklus dimana nelayan selalu terikat dengan nelayan
dan sulit untuk diurai.
- Modal nelayan yang kecil menyebabkan ada peran tengkulak dalam penyediaan modal. Pada kehidupan sehari-hari tengkulak juga bisa dimanfaatkan sebagai “bank” bagi nelayan untuk meminjam uang saat ada kebutuhan sehari-hari.
- Nelayan di PPN Palabuhanratu pada umumnya memiliki kapal dengan ukuran 20-30 GT. Ukurankapal yang relatif kecil menyebabkan nelayan seringkali hanya melakukan penangkapan sejauh 10-12 mill. Jarak ini tentu masih tergolong berada disekitar “mulut” teluk Palabuhanratu. Dengan sumberdaya ikan yang semakin menipis dan operasi penangkapan yang terbatas oleh kondisi GT kapal yang kecil menyebabkan hasil tangkapan yangdiperoleh sedikit.
- Ketika HT didaratkan nelayan berada pada posisi tawar yang rendah karena tidak ada pelelangan. nelayan menghadapi pasar yang tdk menguntungkan bagi nelayan. Hal ini menyebabkan nelayan tidak memiliki daya tawar yang kuat sehingga harga jual ikan HT rendah. Hal ini ditambah oleh keberadaan tengkulak sebagai pembeli wajib bagi nelayan yang meminjam modal pada tengkulak.
- Dengan daya tawar yang rendah disertai dengan harga jual HT yang rendah menyebabkan pendapata nelayan juga rendah.
- Dengan pendapatan yang rendah, ditambah dengan pola hidup konsumtif masyarakat pesisir (khususnya nelayan) menyebabkan nelayan memiliki pendapatan yang pas-pasan dan pada umumnya nelayan tidak memiliki tabungan/modal (capital). Hal ini menyebabkan modal melaut rendah dan ketika akan melakukan operasi penangkapan nelayan harus meminjam kepada tengkulak untuk menambah kekurangannya.
2.
WILAYAH
PENANGKAPAN PANCING TONDA (PANCING RUMPON) DAN GILLNET
Di PPN Palabuhanratu terjadi penurunan armada
penangkapan yaitu pada armada penangkapan Gillnet dan Payang. Berdasarkan
pengamatan dilapangan, menurunnya kedua armada tersebut disebabkan oleh jumlah
ikan hasil tangkapan yang menurun sedangkan kedua armada tersebut memiliki ABK
yang sangat banyak dimana gillnet pada umumnya berjumlah 6-8 orang dan payang
berjumlah 10-12 orang setiap kali melakukan operasi penangkapan. Menurunnya
hasil tangkapan nelayan menurut Kepala TPI disebabkan oleh “tertahannya” ikan
di rumpon. Ikan yang biasanya beruaya ke arah teluk palabuhanratu yang sehingga
memudahkan bagi armada gillnet maupun payang untuk melakukan penangkapan.
Armada payang dan gillnet memiliki kapal yang relatif
kecil yaitu beukuran 15-20 GT sehingga ketika terjadi ombak setinggi 3-4 meter
nelayan memutuskan untuk tidak melakukan penangkapan. Dengan ukuran kapal yang
relatif kecil tersebut, menyebabkan wilayah operasi penangkapan menjadi
terbatas. Nelayan gillnet menyatakan bahwa jaringnya pernah dipotong karena
tanpa sengaja memasuki wilayah rumpon. Bahkan menurut kepala TPI, pada akhir
bulan Februari terjadi konflik antara nelayan rumpon dengan nelayan purse seine
karena menangkap hasil tangkapan diwilayah rumpon.
Keberadaan rumpon di teluk Palabuhanratu selain
menyebabkan armada pancing tonda berkembang pesat, dengan ketersediaan
sumberdaya ikan yang lebih terjamin dan harga jual ikan HT yang relatif tinggi
menyebabkan banyak armada gillnet dan payang beralih mengoperasikan pancing
tonda yang memanfaatkan keberadaan rumpon. Hal ini menyebabkan armada gillnet
dan payang semakin menurun dari tahun ke tahun.
1. PROSES PELELANGAN YANG UNIK (MASIH ADA KETERLIBATAN NELAYAN)
Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu didirikan pada tahun 1993. Pembangunan
pelabuhan ini bertujuan sebagai tempat tambat labuh nelayan yang mempunyai fishing ground di Samudera Hindia, dan
agar nelayan bisa memasarkan hasil tangkapannya. Sejak pertama kali dibangun,
pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu adalah pemasaran dengan sistem pelelangan.
Pada saat itu pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu dikelola oleh Dinas Perikanan
Kabupaten Sukabumi. Namun, proses pelelangan oleh Dinas Perikanan Kabupaten
Sukabumi hanya berlangsung selama 10 tahun.
Pada
tahun 1997 saat krisis multidimensional melanda Indonesia, pemerintah melalui
menteri Pertanian dan Menteri koperasi dan pemberdayaan industri kecil
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) No.132 tahun 1997,
902/Kpts/3/SKB/…../IX/1997 mengenai pelelangan ikan yang tercantum dalam Bab II
pasal 4 ayat 2 yang berbunyi: ‘Kepala
daerah menunjuk KUD sebagai penyelenggara pelelangan ikan setelah memenuhi
syarat’ (Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta), serta didukung oleh Perda
Jabar No.5 tahun 2005 tentang penyelenggaraan pelelangan ikan (Dinas Perikanan
Propinsi Jabar). Implementasi dari kebijakan tersebut adalah hampir semua
Tempat Pelelangan (TPI) termasuk di PPN Palabuhanratu dikelola oleh KUD Mina.
Pada Perda Jabar No.5 Tahun 2005, tercantum mengenai izin penyelenggaraan
pelelangan ikan. Isi dari Perda ini mempertegas dari SKB No.132 Tahun 1997.
Dalam Perda Jabar No.5 Tahun 2005 dijelaskan tentang izin penyelenggaraan
pelelangan ikan pada Bab III Pasal 5 dimana penyelenggaraan pelelangan ikan
harus memiliki izin Gubernur. Izin tersebut diberikan kepada KUD Mina yang
memenuhi syarat yaitu memiliki kekuatan ekonomi yang baik. Selanjutnya dalam
Perda Jabar tersebut dijelaskan kembali jika pada suatu lokasi TPI tidak
terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyelenggara pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas Kabupaten atau Kota.
Adapun
alasan dibalik keluarnya SKB tersebut, menurut Baga (2010) tersebut adalah
untuk memberdayakan Koperasi Unit Desa Mina (KUD Mina) yang tengah kehilangan
citra positif di mata masyarakat. Koperasi juga mengalami masa-masa kritis
dimana kepercayaan dari masyarakat sudah mulai hilang secara perlahan. Selain
itu, koperasi juga mengalami kesulitan dalam pendanaan operasional kegiatan
koperasi akibat unit usahanya yang mulai ‘gulung tikar’. Untuk memberdayakan
kembali koperasi, pemerintah berinisiatif untuk ‘menyerahkan’ pengelolaan
pelelangan ikan kepada koperasi sebagai unit usahanya, karena koperasi dianggap
merupakan lembaga yang gerakannya berasal dari bawah (masyarakat) dan dianggap
mampu untuk menyelenggarakan pelelangan. Menurut Baga (2010) keputusan
pemerintah untuk menyerahkan tanggung jawab pelelangan ikan kepada koperasi
terlalu terburu-buru, karena pada saat itu koperasi sebagai sebuah organisasi
berada dalam keadaan yang tidak baik. Selain itu, koperasi yang ada pada saat
itu merupakan koperasi yang dibentuk oleh pemerintah (top-down) bukan hasil dari gerakan sosial-ekonomi masayarakat.
Sehingga, koperasi yang ada bersifat tidak aspiratif.
Kondisi
koperasi yang seperti diatas bisa dilihat dari pernyataan koresponden nelayan
dan pedagang ikan yang ada disekitar Palabuhanaratu yang menganggap koperasi
hanyalah sebuah nama saja tanpa mengetahui ada kegiatan dan manfaat bagi
mereka. Hal ini menyebabkan pelelangan ikan yang ada di Palabuhanratu tidak
berjalan sejak dikelola oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut pada tahun 2000 sampai
sekarang. Menurut pihak PPN Palabuhanratu, pelelangan yang ada di TPI PPN
Palabuhanratu sejak dipegang oleh KUD Mina hanya berpura-pura mengadakan
pelelangan, karena pembeli sudah ditentukan sebelum pelelangan dimulai.
Sampai
saat ini pelelangan ikan belum terlaksana kembali, meskipun sesekali dilakukan
pelelangan dan retribusi pelelangan ikan tetap diberlakukan. Bahkan pada tahun
2007 mencapai nilai raman yang tinggi sepanjang sejarah TPI PPN Palabuhanratu
yaitu sebesar 1,3 miliar rupiah dan pada tahun tersebut, belum juga ada
pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu.
Berdasarkan wawancara dengan
kepala Cabang Dinas Perikanan yang menangani pelelangan ikan menyatakan bahwa
tidak berfungsinya TPI di PPN Palabuhanratu disebabkan oleh beberapa aspek,
diantaranya:
1. Aspek
Regulasi :
1) Kerjasama
dalam penegakan aturan masih belum tercapai karena kurangnya dukungan pihak
terkait.
2)
Belum ada kejelasan mengenai aturan-aturan
untuk ikan yang tidak diperkenankan untuk dilelang.
2. Aspek
Sosial :
1) Kesadaran
masyarakat akan arti pentingnya pelelangan ikan masih rendah, pola pikir seperti
inilah yang harus diubah.
2) Adanya
multifungsi usaha/multifungsi profesi sehingga menyulitkan peran seseorang
dalam aktivitas lelang. Contoh : pengusaha (pemilik kapal) di palabuhanratu
biasanya merangkap sebagai bakul.
3) Adanya
sistem ‘langgan’ yang sulit untuk diubah. Sistem langgan ini biasanya terjadi
ketika nelayan tidak memiliki modal untuk melaut maka mereka akan meminjam uang
kepada juragan, sehingga hasil tangkapan nelayan harus diserahkan sepenuhnya
kepada juragan tersebut.
3. Aspek
teknis : tata letak areal bongkar yang
tidak sesuai. Saat ini dermaga untuk area bongkar digunakan kapal untuk
bersandar akibat kolam pelabuhan yang telah overcapacity.
Penyebab
pelelangan sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang Dinas diatas dapat terjadi
karena adanya perpindahan pengelolaan TPI dari Dinas Perikanan ke KUD Mina.
Menurut pengelola TPI, pergantian pengelola ini menyebabkan adanya perbedaan
pengelolaan pelelangan. Saat dikelola oleh Dinas Perikanan, Kepala TPI
bertindak tegas terhadap pelaku pelelangan jika terjadi pelanggaran, hal berbeda dilakukan oleh pengelola KUD
sebagai Kepala TPI yang kurang tegas dalam bertindak sehingga ketiga aspek
tersebut bisa muncul. Penyebab lainnya adalah karena pengelola KUD tidak
mengerti benar Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat mengenai pelelangan.
Sehingga ada beberapa ikan hasil tangkapan yang tidak dilelang. Keadaan ini
tidak disertai dengan komunikasi yang baik antara pengelola TPI dengan pelaku
pelelangan, sehingga muncul masalah sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang
Dinas diatas.
Pada bulan Juni, pihak Dinas Perikanan Kabupaten
Sukabumi melakukan pertemuan dengan pihak nelayan, bakul, pedagang dan juga KUD
Mina Mandiri Sinar Laut. Dari hasil pertemuan tersebut diperoleh keputusan
bahwa pelelangan harus kembali dilaksanakan dan pengelolaan Tempat Pelelangan
Ikan (TPI) di PPN Palabuhanratu harus dikelola oleh Dinas Perikanan Kabupaten
Sukabumi. Nelayan meminta supaya pengelolaan pelelangan kembali dilaksanakan
seperti sebelum dikelola oleh KUD Mina. Maka Pada tanggal 1 Juli 2011,
pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu kembali dilaksanakan.
Pelelangan ikan merupakan suatu kegiatan dimana penjual dan
pembeli bertemu dalam satu tempat (gedung TPI), didalamnya terjadi proses
tawar-menawar harga ikan sehingga diperoleh harga yang mereka sepakati bersama.
Pembeli akan memberikan penawaran yang lebih tinggi terhadap ikan yang memiliki
kualitas lebih baik.
Pelelangan
ikan diatur pertama kali dalam Peraturan Pemerintah No.64/1957 tentang
penyerahan sebagian dari urusan pemerintah pusat di lapangan perikanan laut,
kehutanan dan karet rakyat kepada daerah-daerah swatantra tingkat I. Untuk daerah
Jawa Barat, berlaku Peraturan Daerah Propinsi Dati Jawa Barat No 15/1984
tentang penyelenggaraan pelelangan ikan, yakni mengatur tata cara pelelangan
ikan, siapa yang ditunjuk sebagai penyelenggara lelang dan besarnya retribusi
lelang. Peraturan ini kemudian direvisi sehingga keluar Perda Jabar Nomor 5
Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan dan
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 Tentang: Pelaksanaan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan
dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan.
Mekanisme pelelangan ikan
Setelah hasil tangkapan mengalami
proses pendaratan dan penyortiran berdasarkan jenis, ukuran dan mutu secara relatif, kemudian dibawa menuju gedung TPI untuk dilelang. Peserta
pelelangan, seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005,
diikuti oleh beberapa pihak, diantaranya nelayan pemilik, pengusaha ikan, dan
bakul. Berdasarkan peraturan daerah tersebut, tentang
penyelenggaraan pelelangan, pada Bab III Pasal 5 dinyatakan bahwa pelaksanaan pelelangan ikan
diselenggarakan oleh KUD Mina yang memenuhi syarat.
Sebelum tahun 2000, penyelenggara/pengelola pelelangan ikan di TPI dipegang
oleh Dinas Perikanan daerah setempat, sampai tahun 1999 sebelum kemudian
dialihkan ke KUD Mina.
Dalam pelaksanaan pelelangan, terdapat beberapa tata tertib
yang harus dipatuhi. Tata tertib ini mengatur keberlangsungan pelelangan.
Adapun tata tertib yang harus ditaati adalah sebagai berikut:
1)
Kapal perikanan yang
mendarat atau membongkar hasil tangkapannya diwajibkan:
a. Melaporkan kedatangannya ke tim terpadu.
b. Meminta nomor urut pelelangan.
2)
Pembongkaran dan
pemuatan ikan dilakukan oleh awak kapal.
3)
Tempat/wadah ikan yang
akan dilelang adalah trays milik TPI PPN Palabuhanratu.
4)
Pengangkutan ikan dari
bibir dermaga ke lantai pelelangan dilaksanakan oleh TKBM (Tenaga Kerja Bongkar
Muat) dalam hal ini masih dilaksanakan oleh pegawai TPI.
5)
Pelaksanaan pelelangan
hanya untuk:
a. Petugas.
b. Nelayan.
c. Peserta lelang.
6)
Peserta lelang yang
berhak mengikuti adalah peserta lelang yang menyimpan uang jaminan.
7)
Jumlah hasil lelang
tidak diperkenankan melebihi jumlah uang yang dijaminkan.
8)
Peserta lelang yang
akan mengangkut ikan hasil lelang ke luar lokasi TPI harus memperlihatkan tanda
bukti pembayaran kepada petugas.
Dalam suatu
kegiatan pelelangan, terdapat pelaku-pelaku sebagai berikut: (1) Juru lelang
yang bertugas melelang ikan hasil tangkapan nelayan; (2) Juru catat yang
bertugas mendampingi juru lelang dan mencatat setiap transaksi yang dihasilkan;
(3) Juru timbang yang bertugas menimbang ikan yang akan dilelang; (4) Nelayan
selaku penjual ikan; dan (5) Pembeli ikan.
Adapun
tahapan yang harus dijalani dalam proses pelelangan ikan adalah sebagai
berikut:
1)
Ikan hasil tangkapan yang
didaratkan ditimbang terlebih dahulu dalam satu trays oleh juru timbang dan diberi label yang berisi data tentang
nama kapal, berat ikan dan jenis ikan.
2)
Pembeli ikan/bakul yang ingin
ikut dalam lelang harus menyimpan uang jaminan kepada juru karcis. Uang yang
disimpan paling sedikit Rp. 500.000,00.
3)
Juru karcis memberikan
identitas kepada penyimpan uang kepada juru lelang. Identitas yang diberikan mempunyai
tiga kategori yaitu Merah, Kuning dan Biru.
a)
Merah = uang jaminan 500.000 – 1.000.000
b)
Kuning = uang jaminan 1.000.000-2.000.000
c)
Biru = uang jaminan lebih dari 2.000.000
4)
Ikan dilelang sesuai jenis
ikan dan pelelangan dilakukan secara terbuka dengan kebebasan dalam persaingan
harga. Pembeli/bakul yang berani menawar dengan harga tertinggi, maka akan
memenangkan lelang.
5)
Setelah ikan terjual, juru
lelang memberikan laporan kepada juru karcis.
6)
Bakul membayar tagihan kepada
juru karcis dengan nilai: Nilai lelang + (3% x Nilai Lelang)- uang jaminan.
7)
Nelayan mengambil uang hasil
penjualan ikan ke juru karcis dengan jumlah: Nilai lelang – (2%x nilai lelang).
Di PPN Palabuhanratu, kegiatan pelelangan ikan hasil
tangkapan dilakukan pada pagi hari, saat matahari belum bersinar dengan terik,
dengan alasan bahwa ikan akan mengalami penurunan mutu yang cepat jika terkena
sinar matahari langsung. Pada kenyataannya, kapal yang mendaratkan ikan hasil
tangkapan pada siang hari maupun sore hari, tetap dilayani oleh petugas TPI.
Maka dapat dikatakan bahwa pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu berlangsung
setiap kali kapal datang mendaratkan ikan hasil tangkapannya.
Dalam proses lelang, petugas pelelangan bertindak sebagai penengah
antara pembeli (pedagang) dan penjual (nelayan) dengan sistem penawaran
meningkat. Harga penawaran diajukan pertama kali oleh juru lelang berdasarkan
harga pasar saat itu. Melalui persetujuan nelayan, juru lelang terus menaikkan
harga ikan yang dilelang. Seringkali nelayan memberikan harga yang tidak bisa
dijangkau oleh pembeli. Hal ini dimaksudkan agar ikan HT nya tidak terjual
selain kepada tengkulak/pengijon/bakul yang telah memberikan modal operasional
melautnya. Hal ini disadari oleh Kepala TPI bahwa pelelangan di TPI PPN
Palabuhanratu masih bersifat opow
dimana hasil tangkapan banyak yang tidak terjual kepada pedagang (pembeli)
tetapi HT kembali kepada nelayan.
4.
PEMILIK
MODAL/TENGKULAK NELAYAN
Tengkulak di wilayah PPN Palabuhanratu lebih dikenal dengan nama
pengijon. Tengkulak ini merupakan suatu lembaga non-formal yang menyediakan
uang pinjaman bagi nelayan ditengah sulitnya akses nelayan terhadap lembaga
ekonomi formal seperti perbankan.
Tengkulak atau pengijon ini bukan satu satunya penyedia pinjman modal atau yang
melakukan ijon terhadap nelayan di PPN Palabuhanratu. Bakul ikan yang bertindak
sebagai pengumpul di PPN Palabuhanratu juga sering melakukan ijon dan
meminjamkan uang terhadap nelayan. Maka tengkulak di PPN Palabuhanratu biasa
disebut juga bakul atau bakul pengijon. Mereka (tengkulak) melakukan
pendekatan sosial ( social approach ). Mereka dapat memberikan pinjaman
tanpa kolateral (agunan) kepada para nelayan kapan pun mereka butuhkan. Tentu,
dengan harapan agar mereka tetap terikat dan tidak lari kepada tengkulak lain. Sebenarnya tengkulak memiliki asosiasi sendiri yang menjadikannya sebagai
lembaga formal. Pada Agustus 2008 lalu, Wapres Jusuf Kalla ketika itu setuju dengan usulan dibentuknya Asosiasi Punggawa Nasional
(APN) yang dipimpin oleh Bupati Rembang, M Salim.
Tengkulak
yang ada di PPN Palabuhanratu menurut pernyataan Staff Dinas Perikanan
Kabupaten Sukabumi bukanlah tengkulak yang memiliki modal. Mereka (tengkulak)
mendapatkan modal dengan cara berhutang atau menjadi wakil dari tengkulak yang
benar-benar memiliki modal. Tangkulak yang benar-benar memiliki modal ini adalah
perusahaan pengolahan ikan, perusahaan pengekspor ikan ataupun distributor
ikan. Sebagai contoh PT.AGB di Palabuhanratu membeli ikan kepada nelayan
pancing rawai layur dengan cara praktek ijon.
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut