Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu didirikan pada tahun 1993. Pembangunan
pelabuhan ini bertujuan sebagai tempat tambat labuh nelayan yang mempunyai fishing ground di Samudera Hindia, dan
agar nelayan bisa memasarkan hasil tangkapannya. Sejak pertama kali dibangun,
pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu adalah pemasaran dengan sistem pelelangan.
Pada saat itu pelelangan di TPI PPN Palabuhanratu dikelola oleh Dinas Perikanan
Kabupaten Sukabumi. Namun, proses pelelangan oleh Dinas Perikanan Kabupaten
Sukabumi hanya berlangsung selama 10 tahun.
Pada
tahun 1997 saat krisis multidimensional melanda Indonesia, pemerintah melalui
menteri Pertanian dan Menteri koperasi dan pemberdayaan industri kecil
mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) No.132 tahun 1997,
902/Kpts/3/SKB/…../IX/1997 mengenai pelelangan ikan yang tercantum dalam Bab II
pasal 4 ayat 2 yang berbunyi: ‘Kepala
daerah menunjuk KUD sebagai penyelenggara pelelangan ikan setelah memenuhi
syarat’ (Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta), serta didukung oleh Perda Jabar
No.5 tahun 2005 tentang penyelenggaraan pelelangan ikan (Dinas Perikanan
Propinsi Jabar). Implementasi dari kebijakan tersebut adalah hampir semua
Tempat Pelelangan (TPI) termasuk di PPN Palabuhanratu dikelola oleh KUD Mina.
Pada Perda Jabar No.5 Tahun 2005, tercantum mengenai izin penyelenggaraan
pelelangan ikan. Isi dari Perda ini mempertegas dari SKB No.132 Tahun 1997. Dalam
Perda Jabar No.5 Tahun 2005 dijelaskan tentang izin penyelenggaraan pelelangan
ikan pada Bab III Pasal 5 dimana penyelenggaraan pelelangan ikan harus memiliki
izin Gubernur. Izin tersebut diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat
yaitu memiliki kekuatan ekonomi yang baik. Selanjutnya dalam Perda Jabar
tersebut dijelaskan kembali jika pada
suatu lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pelelangan ikan dapat diberikan kepada
Dinas Kabupaten atau Kota.
Adapun
alasan dibalik keluarnya SKB tersebut, menurut Baga (2010) tersebut adalah
untuk memberdayakan Koperasi Unit Desa Mina (KUD Mina) yang tengah kehilangan
citra positif di mata masyarakat. Koperasi juga mengalami masa-masa kritis
dimana kepercayaan dari masyarakat sudah mulai hilang secara perlahan. Selain
itu, koperasi juga mengalami kesulitan dalam pendanaan operasional kegiatan
koperasi akibat unit usahanya yang mulai ‘gulung tikar’. Untuk memberdayakan
kembali koperasi, pemerintah berinisiatif untuk ‘menyerahkan’ pengelolaan
pelelangan ikan kepada koperasi sebagai unit usahanya, karena koperasi dianggap
merupakan lembaga yang gerakannya berasal dari bawah (masyarakat) dan dianggap
mampu untuk menyelenggarakan pelelangan. Menurut Baga (2010) keputusan
pemerintah untuk menyerahkan tanggung jawab pelelangan ikan kepada koperasi
terlalu terburu-buru, karena pada saat itu koperasi sebagai sebuah organisasi berada
dalam keadaan yang tidak baik. Selain itu, koperasi yang ada pada saat itu
merupakan koperasi yang dibentuk oleh pemerintah (top-down) bukan hasil dari gerakan sosial-ekonomi masayarakat.
Sehingga, koperasi yang ada bersifat tidak aspiratif.
Kondisi
koperasi yang seperti diatas bisa dilihat dari pernyataan koresponden nelayan dan
pedagang ikan yang ada disekitar Palabuhanaratu yang menganggap koperasi hanyalah
sebuah nama saja tanpa mengetahui ada kegiatan dan manfaat bagi mereka. Hal ini
menyebabkan pelelangan ikan yang ada di Palabuhanratu tidak berjalan sejak dikelola
oleh KUD Mina Mandiri Sinar Laut pada tahun 2000 sampai sekarang. Menurut pihak
PPN Palabuhanratu, pelelangan yang ada di TPI PPN Palabuhanratu sejak dipegang
oleh KUD Mina hanya berpura-pura mengadakan pelelangan, karena pembeli sudah
ditentukan sebelum pelelangan dimulai.
Sampai saat ini pelelangan ikan belum terlaksana kembali,
meskipun sesekali dilakukan pelelangan dan retribusi pelelangan ikan tetap diberlakukan.
Bahkan pada tahun 2007 mencapai nilai raman yang tinggi sepanjang sejarah TPI PPN
Palabuhanratu yaitu sebesar 1,3 miliar rupiah dan pada tahun tersebut, belum
juga ada pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu.
Berdasarkan
wawancara dengan kepala Cabang Dinas Perikanan yang menangani pelelangan ikan
menyatakan bahwa tidak berfungsinya TPI di PPN Palabuhanratu disebabkan oleh
beberapa aspek, diantaranya:
1. Aspek
Regulasi :
1) Kerjasama
dalam penegakan aturan masih belum tercapai karena kurangnya dukungan pihak terkait.
2)
Belum ada kejelasan
mengenai aturan-aturan untuk ikan yang tidak diperkenankan untuk dilelang.
2. Aspek
Sosial :
1) Kesadaran
masyarakat akan arti pentingnya pelelangan ikan masih rendah, pola pikir
seperti inilah yang harus diubah.
2) Adanya
multifungsi usaha/multifungsi profesi sehingga menyulitkan peran seseorang
dalam aktivitas lelang. Contoh : pengusaha (pemilik kapal) di palabuhanratu
biasanya merangkap sebagai bakul.
3) Adanya
sistem ‘langgan’ yang sulit untuk diubah. Sistem langgan ini biasanya terjadi
ketika nelayan tidak memiliki modal untuk melaut maka mereka akan meminjam uang
kepada juragan, sehingga hasil tangkapan nelayan harus diserahkan sepenuhnya
kepada juragan tersebut.
3. Aspek
teknis : tata letak areal bongkar yang
tidak sesuai. Saat ini dermaga untuk area bongkar digunakan kapal untuk
bersandar akibat kolam pelabuhan yang telah overcapacity.
Penyebab
pelelangan sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang Dinas diatas dapat terjadi
karena adanya perpindahan pengelolaan TPI dari Dinas Perikanan ke KUD Mina. Menurut
pengelola TPI, pergantian pengelola ini menyebabkan adanya perbedaan
pengelolaan pelelangan. Saat dikelola oleh Dinas Perikanan, Kepala TPI bertindak
tegas terhadap pelaku pelelangan jika terjadi pelanggaran, hal berbeda dilakukan oleh pengelola KUD sebagai
Kepala TPI yang kurang tegas dalam bertindak sehingga ketiga aspek tersebut
bisa muncul. Penyebab lainnya adalah karena pengelola KUD tidak mengerti benar Peraturan
Daerah Propinsi Jawa Barat mengenai pelelangan. Sehingga ada beberapa ikan
hasil tangkapan yang tidak dilelang. Keadaan ini tidak disertai dengan
komunikasi yang baik antara pengelola TPI dengan pelaku pelelangan, sehingga
muncul masalah sebagaimana disebutkan oleh Kepala Cabang Dinas diatas.
Pelelangan
yang tidak berlangsung di TPI PPN Palabuhanratu, berlangsung hingga
tahun 2011. pada tahun tersebut, pemerintah melalui Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Sukabumi (selanjutnya di baca Dinas Perikanan).
mengadakan evaluasi kinerja pengelola TPI. Pertemuan ini melibatkan
Dinas Perikanan, Pengelola TPI PPN Palabuhanratu, Pengelola KUD Mina
Mandiri Sinar Laut, Nelayan, Pedagang dan Bakul. Pada pertemuan
tersebut, diperoleh hasil yaitu pelelangan harus kembali "dihidupkan"
dan pengelola TPI kembali ke Dinas Perikanan. Nelayan beralasan bahwa
tidak berlangsungnya pelelangan menyulitkan mereka (nelayan) dalam
memasarkan hasil tangkapannya. Tidak adanya pelelangan, menyebabkan
bakul memonopoli harga ikan, nelayan juga tidak mengetahui secara pasti
harga ikan yang ditangkapnya dipasaran. akibat dari hal tersebut,
nelayan semakin terjerat tengkulak.
Setelah
pemindahan pengelolaan dari KUD Mina ke Dinas Perikanan, kepala TPI
kembali melakukan komunikasi yang intensif dengan nelayan, bakul dan
pedagang agar pelelangan dapat terselenggara dengan baik. Akhirnya pada
bulan Juni 2011, pelelangan dilakukan kembali di TPI PPN Palabuhanratu.
Kepala TPI PPN Palabuhanratu saat itu menyatakan bahwa pelelangan yang
terjadi masih belum memuaskan, karena masih terjadi lelang opow.
Lelang
opow merupakan sebuah istilah dimana ikan tidak berhasil terjual kepada
bakul maupun pedagang peserta lelang karena tidak mampu membeli ikan
yang ditawarkan nelayan melalui juru lelang. Terjadinya lelang opow ini
memang secara sengaja dikondisikan oleh nelayan. Nelayan melakukan hal
tersebut karena sebelum melaut memperoleh dana operasional dari
tengkulak atau ikan hasil tangkapannya sudah di ijon sebelum pergi
melaut. Sehingga nelayan harus menjual ikan hasil tangkapan kepada
temgkulak. Pelelangan yang terjadi di TPI PPN Palabuhanratu pun hanya
sebatas formalitas yang dilakuakn oleh nelayan, bakul dan pedagang.
Kondisi
lelang opow ini disadari betul oleh Kepala TPI, namun semoga saja
secara bertahap nelayan mampu terlepas dari jerat tengkulak sehingga
kemudian pelelangan akan berlangsung sebagaimana seharusnya. Pelelangan
di TPI PPN Palabuhanratu maupun di pelabuhan perikanan lainnya memang
sudah seharusnya tetap diselenggarakan. Banyak keuntungan dari
diselenggarakannya pelengan diantaranya terjadinya transparansi harga,
pendapatan nelayan yang meningkat, dan tentu saja akan ada retribusi
yang merupakan salah satu penyumbang PAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar