Dalam sambutannya dalam Seminar Nasional Perikanan Tangkap III di IPB
Convention Center Bogor, Menteri Kelautan dan Perikanan mengungkapkan salah
satu visi pembangunan kelautan dan perikanan yakni “Indonesia Penghasil Produk
Kelautan Dan Perikanan Terbesar Tahun 2015”. Menurut Ir. Fadel Muhammad , pada
sub perikanan tangkap sendiri, terdapat beberapa permasalahan yang harus
dicarikan solusinya untuk terwujudnya Visi 2015 tersebut. Permasalahan yang
dirasakan utama adalah sebagai berikut:
- Ketidakseimbangan pemanfataan sumberdaya ikan di perairan indonesia.
- Armada perikanan tangkap nasional yang masih didominasi armada kecil
- Infrastruktur pelabuhan yang belum optimal
- Dukungan lembaga keuangan dan akses nelayan terhadap permodalan masih rendah.
Keempat masalah tersebut akan bermuara pada stagnannya kesejahteraan
nelayan selama ini. Seolah tidak pernah beranjak dari kata kumuh, miskin dan
terbelakang. Meskipun tidak semua ketiga kata diatas tersebut melekat erat
terhadap nelayan yang ada di Indonesia. Karena ketiga kata tersebut erat
melekat pada nelayan dengan status nelayan buruh (ABK) dengan armada perikanan
tangkap yang masih didominasi armada kecil. Kondisi ini diperburuk dengan sulit
atau bahkan nelayan tidak mempunyai akses untuk masuk dalam lembaga keuangan
layaknya pegadaian dan bank, karena lembaga keuangan tersebut tidak mau
mengambil resiko yang terlalu besar.
Munculnya konsep minapolitan semula menggugah saya untuk berharap bahwa
suatu saat nanti derajat hidup nelayan akan naik. Namun, setelah saya mencari
informasi terkait dengan minapolitan sungguh kecewa saya dengan konsep yang
ada. Dalam koran kompas cetakan 12 Februari 2010, Suhana, Kepala Riset Pusal
Kajian Pembangunan Kelautan dan Peadaban Maritim, mengungkapkan bahwa ekspansi usaha
perikanan tangkap tidak bisa lagi diandalkan untuk menibgkatkan produksi
perikanan nasional. Sebagian perairan di Indonesia sudah mengalami penangkapan
berlebih (over exploited). Pemerintah menargetkan lompatan produksi budidaya
353%, dari 4,78 juta ton tahun 2009 menjadi 16,89 juta ton tahun 2014.
Ditempat yang sama dengan
Suhana, Ir. Fadel Muhammad mengungkapkan bahwa pemerintah memprogramkan
pengembangan Minapolitan dikawasan-kawasan perikanan. Konsep minapolitan itu
mengintegrasikan produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran.
Dengan demikian, minapolitan adalah upaya pemerintah mengintegrasikan
produksi bahan baku, pengolahan dan pemasaran. Konsep minapolitan ini menurut
Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec merupakan strategi peningkatan daya saing
perikanan berbasis klaster (pendekatan klaster).pendekatan klaster dalam
pengembangan sumberdaya perikanan dapat dikatan sebagai suatu bentuk pendekatan
yang berupa pemusatan kegiatan perikanan di suatu lokasi tertentu. Dengan
terpusatnya kegiatan perikanan sehingga mendorong pembangunan infrastruktur
yang lebih efektif dan efisien. Efisiensi dan efektifitas tersebut dapat
mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem.
Adanya minapolitan sepertinya lebih difokuskan kepada petani ikan
(pembudidaya ikan) bukan terhadap nelayan. Dari adanya minapolitan
sendiri,sebenarnya sudah melangkah jauh dari visi 2015 yang dicanangkan oleh
kementrian Kelautan dan Perikanan. Program minapolitan memang memiliki
keunggulan, diantaranya efisien, efektif, dan tersedianya pasar serta kegiatan
lainnya di daerah perikanan. Namun, sepertinya ada yang terlupakan dalam
pembangunan kali ini. Pembangunan minapolitan seperti mengabaikan nelayan yang
seperti disebutkan diatas merupakan nelayan kecil. Sepertinya program
minapolitan hanya memperbanyak akses bagi pengusaha untuk masuk ke sektor
perikanan sehingga tercipta pasar disekitar sektor perikanan. Hal ini hanya
akan membuat daya tawar nelayan melemah. Kenapa? Karena kondisi sosial
masyarakat nelayan jauh dari erat didalamnya tersimpan persaingan untuk saling
mengalahkan.
Kalaupun nantinya ada pembinaan, saya tidak sepenuhnya yakin akan
berhasil. Satu hal yang saya yakini, dengan adanya minapolitan akan muncul
persaingan tidak sehat antar nelayan dan pelaku perikanan tangkap. Dunia
perikanan tangkap akan dihadapkan pada persaingan yang keras dalam menghadapai
minapolitan. Hingga akhirya akan saling jegal dan ‘saling bunuh’ antar pelaku
perikanan tangkap.
Hal ini karena saya telah melihat sendiri dilapangan, pembangunan yang
hanya berbasis pada infrastruktur dan penyediaan pasar dengan mengabaikan
sosial masyarakat nelayan itu sendiri akan berakhir dengan hampa. Tidak kah
kita belajar dari sejarah? Bagaimana koperasi tidak berkembang?
Saya sungguh iri, sangat iri yang mendalam terhadap sektor pertanian.
Karena sektor ini mampu belajar dari keterpurukan masa lalu. Pembangunan sektor
pertanian kini mengutamakan sektor sosial lalu kemudian ekonomi melalu program
GAPOKTAN dan PUAP. Sektor pertanian tahu dan mengenali dengan cermat
permasalahan yang terjadi, sehingga memutuskan untuk membangun sosial antar
petani terlebih dahulu, setelah dirasa sosialnya telah kuat lalu diperkuat
ekonominya. Tentu saja proses ini didampingi oleh seorang yang kompeten
dibidangnya yaitu penyuluh pertanian. Dengan program yang diterapkan oleh Departemen
Pertanian pada masa kepemimpinan Menteri Pertanian Anton Apriantoni, Indonesia
mampu swasembada pangan (utamanya beras). Adanya program GAPOKTAN dan PUAP
membawa petani untuk bangkit dari keterpurukan dengan bersama-sama. Tidak ada
yang menjadi labih maju dan paling terbelakang dalam usaha pertaniannya. Yang
terjadi justru petani didaerah yang menerapkan sistem ini maju bersama menuju
kesejahteraan.
Tidak ada salahnya kita mencontoh apa yang dilakukan departemen
pertanian. Saya yakin, minapolitan mempunyai maksud yang baik, tapi jangan
biarkan nelayan yang mempunyai daya tawar yang rendah dibiarkan ‘saling bunuh’
dalam program minapolitan. Saya mengusulkan supaya ada program seperti GAPOKTAN
dan PUAP dimana sosial terlebih dahulu diperkuat lalu kemudian ekonominya
ditingkatkan. Jangan sampai Gotong Royong yang telah menajdi pedoman bangsa ini
selama bertahun-tahun semakin lenyap ditelan sistem kapitalis, yang lebih
mengutamakan ekonomi dibanding sosial. Maka untuk mengakhiri tulisan saya ini,
konsep ekonomi-sosial hanya akan meyebabkan kesejahteraan nelayan semakin
terpuruk. Karena nelayan Indonesia pada umumnya hanya memiliki armada
penangkapan yang kecil. Maka, Untuk mencapai visi 2015 dan sekaligus
mensejahterakan nelayan konsep Sosial-ekonomi lebih masuk akal. Mari kita maju
bersama membangun dunia perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan
Indonesia.
“We want you to be one of us to be a fishermen and to
feed the hungry world”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar