Pembangunan sektor perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan 3
pilar pembangunan : pro-poor, pro-job, pro-growth. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa sektor perikanan masih
tertinggal dalam hal pembangunan baik sarana maupun prasarana dibandingkan
dengan sektor pertanian atau perkebunan. Sehingga dapat dilihat bahwa ketiga
pilar pembangunan tersebut belum terjadi pada pembangunan sektor perikanan.
Sebagai negara yang memiliki garis pantai
terpanjang keempat di dunia yaitu sepanjang 95.181
km, sebenarnya cukup ironis menemukan fakta bahwa sektor pesisir pada
umumnya dan sektor perikanan pada khususnya masih dalam keadaan tertinggal.
Pembangunan wilayah pesisir menjadi sangat penting jika kita melihat bahwa
telah terjadi kesenjangan pembangunan yang sangat lebar antara wilayah
perkotaan dan pedesaan (pesisir). Hal ini diindikasikan dengan tingginya laju
urbanisasi. Pembangunan perkotaan yang diharapkan dapat memiliki efek
trickled down justru tidak terjadi.
Berdasarkan kondisi
tersebut, tidak berarti pembangunan pesisir menjadi tidak penting, akan tetapi harus dicari
solusi untuk mengurangi urban bias. Pengembangan kawasan minapolitan dapat
dijadikan alternative solusi dalam pengembangan kawasan pesisir tanpa melupakan kawasan perkotaan.
Melalui pengembangan minapolitan, diharapkan terjadi interaksi yang kuat antara
pusat kawasan minapolitan dengan wilayah produksi perikanan dalam system
kawasan minapolitan. Melaui pendekatan ini, produk perikanan dari kawasan
produksi akan diolah terlebih dahulu di pusat kawasan minapolitan sebelum di
jual (ekspor) ke pasar yang lebih luas sehingga nilai tambah tetap berada di
kawasan minapolitan.
Minapolitan
merupakan konsep pembangunan
kelautan dan perikanan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak sektor kelautan & perikanan, berdasarkan
prinsip terintegrasi, efisiensi dan akselerasi. Salah satu
tujuan minapolitan adalah meningkatkan
pendapatan nelayan dan pengusaha yang
adil dan merata. Pengembangan minapolitan tidak lain adalah pengembangan industri
perikanan yang langsung berada di wilayah pesisir. Kondisi ini diharapkan agar
mampu memotong rantai pemasaran yang panjang antara penjual dan konsumen.
Jawa Barat berhadapan
dengan dua sisi lautan Jawa pada bagian utara dan samudera Hindia di bagian
selatan dengan panjang pantai sekitar 1000 km. Berdasarkan letak inilah
Provinsi Jawa Barat memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Dengan
panjang garis pantai sekitar 805 kilometer dan garis sungai 13.666 kilometer,
area budidaya perikanan wilayah ini mencapai 58.698 hektar. Jabar juga memiliki
tiga waduk besar yang dapat dioptimalkan untuk budidaya ikan, yakni Saguling,
Cirata, dan Jatiluhur, dengan luas total mencapai 21.429 hektar (Anonimous 2010a).
Jawa Barat merupakan salah satu propinsi di
Indonesia yang mempunyai potensi
perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya kontribusi Jawa Barat
terhadap produksi perikanan Indonesia
Provinsi
Jawa Barat menyuplai sekitar 30% dari total 5 juta ton produksi ikan yang ada
di Indonesia (Anonimous
2011).
Tren ekspor hasil
perikanan Jabar menunjukkan pertumbuhan positif sejak 2008 sampai 2010. Pada
2008, ekspor Jabar mencapai 5.893.477,08 kilogram dan senilai US$16,270
juta. Volume dan nilai tersebut naik menjadi 11,125 juta kg pada 2009.
Selanjutnya, meningkat lagi pada 2010 mencapai 19,849 juta kilogram dengan
nilai US$71,62 juta (Anonimous
2010b).
Jawa Barat seperti halnya wilayah lainnya, meskipun memiliki tren ekspor
hasil perikanan yang baik, juga memiliki maslaah yang sama yaitu kemiskinan
nelayan yang seolah-olah sangat sulit untuk dicari solusinya. Perkembangan
ekspor perikanan ini tidak sejalan dengan rendahnya pendapatan nelayan. Untuk
meningkatkan pendapatan nelayan, seperti yang telah diungkapkan diatas, yaitu
dengan membangun industri perikanan di daerah pesisir.
Untuk membangun industri perikanan tersebut diperlukan
sub-sub kegiatan mulai dari penyediaan mina-input, teknologi penangkapan,
penanganan pascatangkap, pengolahan ikan hingga pemasaran, serta prasarana dan
kelembagaan pendukung yang merupakan perpaduan berbagai bidang kerja yang
berada pada kendali dari berbagai pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat,
termasuk pengusaha swasta, perorangan dan badan usaha. Oleh karena itu. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut harus disusun strategi pengembangan industri perikanan dengan
berbasiskan di pelabuhan perikanan.
Fungsi pelabuhan
perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan
yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya dapat
berupa: 1) pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan, 2) pelayanan bongkar
muat, 3) pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, 4) pemasaran
dan distribusi ikan, 5) pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, 6)
tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, 7) pelaksanaan
kegiatan operasional kapal perikanan, 8) tempat pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sumberdaya ikan, 9) pelaksanaan kesyahbandaran, 10) tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan,
11) publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal
pengawas kapal perikanan, 12) tempat publikasi hasil riset kelautan dan
perikanan, 13) pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari dan 14)
pengendalian lingkungan (Undang-undang RI No. 45 Tahun 2009).
Pelabuhan perikan memiliki posisi yang sangat sentral dalam pengembangan
industri perikanan ini. Pelabuhan perikanan menjadi pusat dari semua kegiatan
perikanan mulai dari pendaratan hasil tangkapan, pemasaran, pengolahan hingga
penjualan ke konsumen. Dengan potensi sumberdaya yang berbeda-beda disetiap
wilayah di Jawa Barat, stakeholder perikanan
harus lebih selektif dalam memilih industri perikanan yang sesuai dengan
sumberdaya yang ada di wilayah tersebut.
Pemilihan lokaksi pengembangan industri perikanan di Jawa Barat
berdasarkan pada lokasi pelabuhan perikanan yang telah ada dan telah menjadi
pusat perikanan di wilayah masing-masing yaitu di wilayah Sukabumi, Ciamis,
Garut, Cirebon, Subang, dan Karawang.
Penentuan strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT, dan Analisis
Spasial menggunakan MapInfo untuk penentuan lokasi pengembangan industri
perikanan. Konsep pembangunan ekonomi pada sektor perikanan adalah dengan mengembangkan industri
perikanan. Pada sektor industri perikanan (padanan
agribisnis di sektor pertanian) mencakup 4 sub sektor yaitu: pertama; sub
sektor industri perikanan hulu (up-stream fishery businness) yakni
kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi perikanan
primer (pembibitan, alat dan mesin penangkapan, perkapalan, bahan penunjang dan
lain-lain), kedua; sub sektor usaha penangkapan (on-farm fishery
businness) yakni kegiatan ekonomi yang menggunakan sarana produksi
perikanan primer untuk menghasilkan komoditas primer (termasuk perikanan
budidaya dan usaha penangkapan ikan), ketiga; sub sektor industri
perikanan hilir (down-stream fishery businness) yakni kegiatan industri
yang mengolah komoditas primer menjadi produk olahan (pengalengan ikan,
pengemasan ikan segar, industri pengolahan ikan, dll) serta perdagangan dan
distribusinya (pasar tradisional, supermarket, distributor, dll), dan keempat;
sub sektor jasa penunjang (fishery supporting institutions) yakni
kegiatan yang menyediakan jasa bagi industri perikanan (perbankan, litbang dan
kebijakan pemerintah).
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar