PEMBENIHAN IKAN KERAPU Ephinephelus sp. SERTA PROSPEK USAHANYA (paper tugas)

Beberapa jenis ikan laut yang bernilai ekonomis telah banyak dibudidayakan dalam keramba jaring apung (KJA) salah satu yang dibudidayakan adalah ikan kerapu (Ephinephelus sp). Ikan kerapu merupakan ikan ekonomis penting yang berpeluang baik dan populer dipasarkan domestik dan luar negeri. Jenis-jenis ikan kerapu tersebut adalah kerapu lumpur, kerapu macan, kerapu malabar, kerapu sunu, kerapu totol. Diantara jenis-jenis kerapu tersebut yang sudah umum dan banyak dibudidayakan antara lain kerapu macan.

Dengan semakin banyaknya permintaan ikan kerapu untuk pasaran domestik dan internasional, maka benih yang selama ini berasal dari alam akan sulit dipenuhi sehingga perlu mulai dialihkan ke usaha pembenihan buatan. Keberhasilan dalam melaksanakan pemijahan ikan kerapu merupakan langkah awal dalam mata rantai sistem budidaya, yang antara lain meliputi pemeliharaan larva, pendederan dan selanjutnya sampai ukuran konsumsi. Teknik pemeliharaan larva ini salah satu sistem rantai budidaya yang penting bagi kelanjutan keberhasilan benih untuk dibudidayakan.

Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan istilah "groupers" dan merupakan  salah  satu  komoditas  perikanan  yang  mempunyai  peluang  baik dipasarkan  domestik  maupun  padar  internasional  dan  selain  itu  nilai  jualnya cukup tinggi.  Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan, 1990). Ikan Kerapu mempunyai  sifat-sifat  yang  menguntungkan  untuk dibudidayakan karena  pertumbuhannya  cepat  dan  dapat diproduksi  massal  untuk  melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Berkembangnya  pasaran  ikan  kerapu  hidup  karena  adanya  perubahan  selera konsumen  dari  ikan  mati  atau  beku  kepada  ikan  dalam  keadaan  hidup,  telah mendorong masyarakat untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu melalui usaha budidaya. Budidaya ikan kerapu telah dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia, namun dalam proses pengembangannya masih menemui kendala, karena keterbatasan  benih.    Selama  ini  para  petani  nelayan  masih  mengandalkan benih  alam  yang  sifatnya  musiman.    Namun  sejak  tahun  1993  ikan  kerapu macan  (Epinephelus  fuscoguttatus)  sudah  dapat  dibenihkan.

Ikan kerapu (Epinehelus sp) digolongkan pada :

Class                : Chondrichthyes

Sub class         : Ellasmobranchii

Ordo                : Percomorphi

Divisi               : Perciformes

Famili              : Serranidae

Genus              : Epinephelus

Species            : Epinepheus sp

            Ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maximillarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 dan 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan porterior. Habitat benih ikan kerapu adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulate dan Gracilaria sp, setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pair berlumpur. Ikan kerapu termasuk termasuk jenis ikan karnivora dan cara makannya “mencaplok” satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis krustacea (rebon, dogol, dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri, dan belanak).

            Ikan kerapu yang telah dewasa bila akan memijah, ikan betina akan mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari, menurut penelitian yang telah dilakukan, waktu memijah antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00. jumlah telur yang dihasilkan tergantung dari berat tubuh betina, contoh betina berat 8 kg dapat menghasilkan telur sebanyak 1.500.000 butir. Telur yang telah dibuahi bersifat non adhesive yaitu telur yang satu tidak melekat pada telr yang lainnya. Bentuk telurnya adalah bulat dan transparan dengan garis tengah sekitar 0.80-0.85 mm. Telur yang telah dibuahi akan menetes menjadi benih aktif berenang. Benih inilah yang umumnya tertangkap oleh nelayan. Kelimpahan benih ikan kerapu sepanjang tahun tidak sama. Kelimpahan yang paling tinggi disekitar Teluk banten terjadi pada bulan Februari sampai April.

            Saat akan melakukan pembenihan jumlah betina dan jantan haruslah lebih banyak betina dari pada ikan jantan, misalnya jumlah betina 5 ekor dan jumlah ikan jantan 2 ekor. Induk jantan yang bagus untuk proses pembenihan adalah dengan ukuran panjang 77-78 cm dan berat 9,5-11 kg/ekor. Induk betina berukuran panjang 60-70 cm dan berat 5,3-7,8 kg/ekor. Pakan yang diberikan selama proses pembenihan adalah berupa pakan ikan segar dari jenis selar, japuh, ikan runcah, udang rebon, dogol, dan lain sebagainya.

            Kolam sebagai media pemijahan, yang harus disediakan yaitu sebanyak 3 jenis kolam. Yang pertama adalah kurungan apung (Keramba Jaring Apung) untuk memelihara induk dengan ukuran 3 x 3 x 3 m³. Yang kedua bak pemijahan dengan kapasitas 100 ton, dan yang ketiga adalah kolam untuk proses penetesan telur sekaligus juga merupakan bak pemeliharaan larva yang berukuran 4 x 1 x 1 m³ yang terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang.

            Supaya ikan kerapu merasa di habitatnya yang sebenarnya, maka kolam beton yang ada harus dimanipulasi lingkungannya. Hal ini dilakukan untuk merangsang terjadinya perkawinan antara jantan dengan induk betina matang kelamin. Manipulasi yang dikembangkan berdasarkan pemijahan ikan kerapu di alam, yaitu dengan rangsangan atau kejutan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kadar garam, kedalaman air dan lain-lain.

            Pada proses pemijahan yang menggunakan KJA (keramba jaring apung), induk ikan kerapu yang dipijahkan, dipelihara di laut dalam KJA dengan padat penebaran induk 7,5-10 kg /m³. sebagai pakan ikannya menggunakan ikan runcah segar dengan kadar lemak yang rendah. Diluar pemijahan ikan, takaran pakan yang diberikan sebesar 3-5% dari total berat ikan/hari, sedangkan pada musim pemijahan diturunkan menjadi 1%. Disamping itu diberikan pula vitamin E dengan dosis 10-15 mg/ekor/minggu.

            Kematangan kelamin induk jantan ikan kerapu diketahui dengan cara mengurut bagian perut ikan (stripping) ke aras awal sperma yang keluar warnanya putih susu dan jumlahnya banyak diamati untuk menentukan kualitasnya. Kematangannya kelamin induk betina diketahui dengan cara kanulasi, yaitu memasukkan selang plastik ke dalam lubang kelamin ikan kemudian dihisap. Telur yang diperoleh diamati untuk mengetahui tingkat kematangannya, garis tengah (diameter) telur diatas 450 mikron.

            Setelah dilakukan pengecekan, apakah ikan jantan dan betina sudah cukup matang gonad, maka induk kerapu matang kelamin dipindahkan ke bak pemijahan yang sebelumnya telah diisi air laut bersih dengan ketinggian 1,5 m dan salinitasnya ± 32%. Selain dengan pemijahan alami, ikan kerapu dapoat dirangsang dengan cara penyuntikan hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) dan Puberogen untuk merangsang terjadinya pemijahan. Takaran hormon yang diberikan adalah HCG 100 – 2000 IU/kg induk, Puberogen 150-225 RU/kg induk.

            Ikan kerapu biasanya memijah setelah senja sampai malam hari. Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara jam 22.00-24.00 WIB. Diduga musim pemijahannya terjadi dua kali, bulan Juni-September dan bulan November-Januari.

            Bila saat pengamatan ditemukan telur ikan, maka telur sebaiknya segera dipanen dan dipindahkan ke bak pemeliharaan larva. Tempat penetesan telur sekaligus juga merupakan bak pemeliharaan larva, terbuat dari beton, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 4 x1 x 1 m³. tiga hari sebelum bak penetesan/bak pemeliharaan digunakan, terlebih dahulu dibersihkan dari hama dengan menggunakan larutan Natrium Clorida (NaCl) sebanyak 50-100 ppm, setelah itu dinetralkan dengan larutan Natrium thiosulfat sampai bau yang ditimbulkan oleh chlorine hilang. Air laut dengan kadar 32  ‰ dimasukkan ke dalam bak, satu hari sebelum larva dimasukkan, dengan tujuan agar suhu stabil berkisar antara 27-28⁰C.Telur hasil pemijahan dikumpulkan dengan sistim air mengalir. Telur yang  dibuahi akan mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih (transparan). Sebelum telur ditetaskan perlu direndam dalam larutan 1 - 5 ppm acriflavin  untuk mencegah serang bakteri.  Padat penebaran telur di Bak Penetasan berkisar 20 - 60 butir/liter air media. Ke dalam bak penetasan perlu ditambahkan Chlorella sp sebanyak 50.000 -100.000 sel/ml untuk menjaga kualitas air.Telur akan menetas dalam waktu 18-22 jam setelah pemijahan pada suhu 27 - 28⁰C dan kadar garam 30 - 32 ‰.

            Larva baru yang baru menetas terlihat transparan, melayang-layang dan gerakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil glonulenya. Larva  akan berubah bentuk menyerupai kerapu lumpur dewasa setelah berumur 31 hari. Masa krisis pertama larva kerapu dialami pada waktu berumur 2 hari (D2) memasuki umur 3 hari (D3), dimana pada saat itu kandungan kuning telur telah mulai menipis dan terserap habis. Setelah cadangan pakan tersebut habis, maka pemenuhan pakan yang sesuai dengan ukuran mulut dan nilai gizi pakan mutlak diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup larva. Masa krisis ini akan berlangsung sampai dengan hari ke 6 (D6), dikarenakan

terjadi perubahan cara hidup dari larva yang semula gerakannya aktif. Larva harus aktif mencari makan dari luar karena kandungan kuning telur yang merupakan cadangan pakan telah habis. Untuk pemberian pakan yang sesuai baik jenis, maupun kandungan gizinya mutlak diperlukan. Larva yang telah melewati umur 6 hari (D6) mempunyai peluang untuk hidup lebih besar, karena hampir semua larva yang bertahan hidup telah mampu mencari pakan yang tersedia disekelilingnya. Masa krisis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh sangat panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva

berkembang dengan baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yan masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik lalu mati.

            Larva kerapu mempunyai kuning telur sebagai cadangan makanan sampai larva berumur 2 hari. Umur 3 hari kuning telur mulai terserap habis, perlu diberi pakan dari luarberupa:

a. Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 - 3 ekor/ml

b. Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan 104 - 105 sel/ml.

Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari dengan penambahan  secara bertahap rotifera sampai kepadatan 5 ~ 10 ekor/ml plytoplankton 105 - 2.105 sel/ml media. Umur 9 hari mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25~ 0,75 ekor/ml media, pakan diberikan sampai larva berumur  25 hari dengan peningkatan kepadatan mencapai 2 ~ 5 ekor/ml media. Umur 17 hari larva dicoba diberi pakan artemia yang telah berumur 1 hari  kemudian secara bertahap diubah dari artemia berumur 1 hari ke artemia setengah dewasa dan akhirnya artemia dewasa sampai larva berumur 50 hari. Setelah larva berumur 29 - 31 hari berubah menjadi benih aktif, menyerupai kerapu dewasa. Pada saat ini mulai dicoba pemberian pakan dengan  cincangan daging ikan.

Dalam kegiatan usaha budidaya kerapu berbagai masalah masih saja mengancam keberhasilan usaha, baik non teknis (tata ruang, modal kerja dll.) maupun teknis (pembenihan maupun pembesaran). Dalam rangka pengembangan budidaya ikan kerapu dan kakap putih terdapat berbagai permasalahan yang harus diperhatikan agar kegiatan usahanya dapat berhasil antara lain meliputi :

1.      Keanekaragaman komoditas (kerapu tikus, kerapu macan, kerapu lumpur, kerapu sunu, kerapu kertang),

2.      Efisiensi biaya produksi (pakan, sarana produksi, biaya transportasi benih;

3.      Diversifikasi komoditas (Bawal bintang, Kakap merah, Kakap putih),

4.      Ketersediaan benih yang memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas

5.      Penanganan penyakit VNN dan Iridovirus

6.      Ketidakjelasan tata ruang dan tata letak dari Instansi terkait, yang berakibat pada tumpang tindihnya pemanfaatan lahan budidaya ikan laut,

7.      Tuntutan pihak bank masih belum bisa di penuhi para pembudidaya skala kecil dalam memperoleh tawaran penguatan modal.

8.      Banyaknya retribusi dan pungutan pada pemasaran ikan, yang menjadikan penyebab tingginya biaya transportasi serta lemahnya jaminan pemanfaatan lahan pembudiayaan ikan di laut

9.      Antibiotik masih digunakan oleh para pelaku usaha khususnya pada tahapan proses produksi pembenihan ikan kerapu atau kakap putih.

10.  Keterampilan dan pengetahuan SDM mengenai pembenihan dan pembudidayaan kerapu/kakap masih perlu diberdayakan dan ditingkatkan;

11.  Kestabilan produksi massal dan kontinuitas rotifera sebagai pakan alami benih ikan kerapu dan kakap putih masih perlu ditingkatkan.

Selain masalah diatas, benih ikan kerapu juga bermasalah, dan ini agak merisaukan petani kerapu. SR (survival rate) di tingkat pembenihan relatif masih rendah, dan benih yang dihasilkan umumnya tidak ada jaminan bebas penyakit, sekitar 15 % dari produksi benih mengalami abnormalitas. Masalah penyakit masih menjadi momok bagi usaha pembudidayaan kerapu. Penyakit sering menyerang pada kerapu ukuran kecil, namun tidak jarang menyerang ukuran sedang antara 100 - 200 gram. Kesulitan ketersediaan benih kerapu dan kakap di lapangan dengan kualitas yang baik, grade sesuai serta tepat waktu dan jumlah.

Kebutuhan induk ikan kerapu dan kakap masih sangat tergantung kepada penyediaan dari hasil tangkapan. Adanya kecenderungan penurunan induk dan benih alam hasil dari tangkapan (kualitas dan kuantitas) serta penurunan mutu induk dan benih di tingkat pembenih (swasta maupun pemerintah) dapat mengakibatkan penurunan produksi ikan budidaya laut. Pengelolaan dan perbaikan genetik induk kerapu tikus dan macan membutuhkan waktu lama untuk dapat menghasilkan induk unggul.

Selain pada tahap pembenihan pada tahap pembesaran (untuk ikan konsumsi) tingkat kehidupan/Survival Rate (SR) kerapu macan masih sangat rendah, dibawah 30 %, sehingga dibutuhkan benih berlipat untuk usaha pembudidayaannya dan konversi pakan di pembesaran masih fluktuatif dan cenderung masih tinggi (kerapu diatas 1,5 dan kakap diatas 1,7). Selain itu sebagai pakan ketersediaan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu cenderung semakin berkurang. Pakan pelet yang digunakan, memberikan pertumbuhan lambat pada kerapu tikus terutama setelah ikan ukuran diatas 150 gram/ekor sedangkan kerapu macan normal.

Untuk menangani masalah-masalah diatas maka diperlukan suatu cara agar pembenihan ikan kerapu ini tetap potensial dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Beberapa cara untuk mengatasi masalah diatas adalah sebagi berikut:

1) Jangka Pendek:

a. Fasilitas fisik seperti bak-bak, akuarium dan fasilitas lapangan serta laboratorium yang ada di UPT di lingkup Ditjenkan Budidaya dapat dimanfaatkan oleh semua pihak baik Instansi pemerintah maupun pelaku usaha dalam rangka pengembangan usaha budidaya perikanan Laut , payau dan Tawar.

b. Melaksanakan sosialisasi Standar Prosedur Operasional untuk pengelolaan induk ikan Kerapu, Standardisasi produk hasil budidaya, penerapan Standarisasi dan Sertifikasi Cara pembenihan/pembudidayaan ikan budidaya laut sesuai tuntutan konsumen pasar dalam maupun luar negeri.

c. Memberikan penguatan kapasitas kelembagaan unit pembenihan skala kecil untuk dapat menghasilkan benih bermutu melalui pemberian insentif permodalan melalui pola kemitraan dengan hatchery skala besar.

d. Mendorong dan pemberdayaan asosiasi seperti ABILINDO dalam rangka koordinasi distribusi induk, benih, pendataannya serta menjembatani semua aspirasi pelaku usaha dibidang pembenihan budidaya pasca panen ikan kerapu dan kakap.

e. Melakukan pengawasan secara rutin dan terus menerus terhadap penerapan biosecurity, traceability maupun sertifikasi agar kualitas benih dan induk yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik.

f. Berkembangnya penyakit kerapu terutama pada awal musim hujan, yang dapat dieliminir dengan melakukan antisipasi melalui pembilasan menggunakan air tawar.

g. Penyediaan pakan alami bagi benih, dapat diupayakan dari rotifera dan biomas artemia dengan menggunakan teknologi sederhana sistem resirkulasi air.

2) Jangka Panjang:

a. Melanjutkan kegiatan domestikasi dan breeding program di National Broodstock Center (NBC) maupun di Regional Broodstock Center (RBC) dengan pendampingan tim ahli dengan mengacu pada protokol yang telah ditetapkan;

b. UPTD diharapkan dapat meningkatkan peran tupoksi untuk produksi penyediaan benih unggul kerapu dan kakap putih secara massal.

c. Melaksanakan regulasi untuk mendorong peningkatan investasi dalam rangka mendukung produksi benih bagi unit pembenihan swata skala besar.

d. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan terhadap pengendalian dan pengawasan proses produksi, distribusi serta ekspor induk/benih kerapu atau kakap.

e. Melaksanakan kerjasama atau networking dalam hal pengadaan induk dan benih antara pengusaha swasta dan pemerintah. Menciptakan jaringan pemasaran benih dan sistim informasi benih untuk menghindari terjadinya miss relation supply and demand. Selain itu perlu juga dirintis pembangunan pasar benih yang menjadi pusat transaksi para pembenih.